Foto saya
Bengkulu, Indonesia
a lover..

Sabtu, 16 Juni 2012

MEDIASI DI PENGADILAN



Secara etimologi, mediasi berasal dari bahasa latin mediare yang artinya ditengah, yang dapat dimaknai aktivitas seseorang (mediator) dalam menengahi pertentangan yang terjadi di antara dua pihak tanpa memihak kepada salah satu di antara mereka (Yono, 2011). Selanjutnya dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, mediasi diartikan sebagai proses pengikutsertaan pihak ketiga dalam penyelesaian suatu perselisihan sebagai penasihat. Berangkat dari definisi tersebut, Syahrizal Abbas (dalam Yono, 2011) menjelaskan bahwa terdapat tiga unsur penting di dalam definisi mediasi tersebut, yaitu 1). Proses penyelesaian perselisihan atau sengketa yang terjadi antara dua pihak atau lebih; 2). Pihak yang terlibat dalam penyelesaian sengketa adalah pihak-pihak yang berasal dari luar pihak yang bersengketa; dan 3). Pihak yang terlibat dalam penyelesaian sengketa tersebut bertindak sebagai penasihat dan tidak memiliki kewenangan apapun dalam pengambilan keputusan.
Sementara itu bila ditilik dari terminologinya, mediasi merupakan sebuah forum dimana mediator melakukan interaksi dan pembicaraan dengn para pihak yang bersengketa (Anonim: 1). Valerine JL Kriekhoff sebagaimana disampaikan oleh Zainuddin Fajari (dalam Yono, 2011) mengungkapkan bahwa mediasi adalah salah satu bentuk interaksi antara dua individu atau kelompok dengan melibatkan pihak ketiga dengan tujuan membantu tercapainya penyelesaian yang bersifat kompromistik atau salah satu cara menyelesaikan masalah di luar peradilan. Sedangkan dalam Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 tahun 2008 pasal 1 ayat 6 dan 7 menyebutkan mediasi sebagai  cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dibantu oleh seorng atau lebih mediator, dimana mediator merupakan pihak netral yang membantu para pihak dalam mencari kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian (Anonim, 2008:2).
Jadi mediasi dalam praktek pengadilan memiliki beberapa tujuan, yaitu sebagai berikut :
1.       Mengatasi penumpukan berkas perkara di pengadilan, karena jika para pihak dapat menyelesaikan sendiri sengketa tanpa harus diadili oleh hakim, jumlah perkara yang harus diperiksa oleh hakim akan berkurang pula, sehingga tidak terjadi penumpukan berkas perkara di dalam pengadilan.
2.       Menyelesaikan sengketa dengan lebih cepat dan murah dibandingkan dengan proses ligitasi, karena dalam banyak literatur juga disebutkan bahwa penggunaan mediasi atau bentuk-bentuk penyelesaian yang termasuk ke dalam pengertian alternative dispute resolution (ADR) merupakan proses penyelesaian sengketa yang lebih cepat dan murah dibandingkan proses ligitasi.
3.       Memperluas akses bagi para pihak untuk memperoleh rasa keadilan, karena adanya anggapan Mahkamah Agung bahwa penyelesaian yang lebih baik dan memuaskan adalah proses penyelesaian yang memberikan peluang bagi para pihak untuk bersama-sama mencari dan menemukan hasil akhir.
4.       Memperkuat dan memaksimalkan fungsi lembaga pengadilan dalam penyelesaian sengketa, karena PERMA tentang mediasi diharapkan dapat mendorong perubahan cara pandang para pelaku dalam proses peradilan perdata, yaitu hakim dan advokat, bahwa lembaga pengadilan tidak hanya memutus, tetapi juga mendamaikan (Rahmadi et.al, 2008:7-8).

Mediasi memiliki prosedur dan mekanisme yang sudah tertulis dalam PERMA Nomor 1 Tahun 2008 Pasal 1 ayat 9, yaitu prosedur mediasi adalah tahapan proses mediasi sebagaimana diatur dalam peraturan ini. Makna dari ayat tersebut adalah prosedur yang diatur dalam peraturan ini terdiri dari pra mediasi dan tahapan proses mediasi. Pada tahap pra mediasi, antara lain mengatur kewajiban hakim, hak para pihak memilih mediator, batas waktu pemilihan mediator, prinsip itikad baik. Selanjutnya tahapan mediasi meliputi penyusunan resume, lama waktu proses mediasi, kewenangan mediator, tugas-tugas mediator, keterlibatan ahli, mencapai kesepakatan dan tidak mencapai kesepakatan, dan akibat-akibat dari kegagalan mediasi (Rahmadi et.al, 2008: 18).

Pelaksanaan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
1.       Pengaduan dari pihak yang bersengketa kepada lembaga peradilan.
2.       Menelaah permasalahan untuk mengetahui pokok permasalahan, apakah masalah tersebut dapat diselesaikan melalui mediasi atau tidak,pembentukan tim penanganan sengketa yang dalam hal ini bukan merupakan suatu keharusan, dan penyiapan bahan agar mediator sudah menguasai substansi masalah, serta menentukan waktu dan tempat mediasi.
3.       Pemanggilan para pihak yang berkaitan dengan permasalahan.
4.       Upaya mediasi, yaitu :
a.    Memulai mediasi dengan mencairkan suasana diantara kedua belah pihak yang bersengketa, suasana akrab, tidak kaku, serta menjelaskan peran mediator sebagai pihak ketiga yang tidak memihak, dan kemudian melakukan klarifikasi terhadap para pihak yang manfaatnya adalah:
1)  Para pihak mengetahui kedudukannya.
2)  Dikondisikan tidak ada rasa apriori pada salah satu pihak/kedua belah pihak dengan objektivitas penyelesaian sengketa, kedudukan, hak, dan kewajiban sama.
3)  Masing-masing berhak memberikan dan memperoleh informasi/data yang disampaikan lawan.
4)  Para pihak dapat membantah atau meminta klarifikasi dari lawan dan wajib menghormati pihak lainnya.
5)  Pengaturan pelaksanaan mediasi
6)  Dari permulaan mediasi telah disampaikan aturan-aturan mediasi yang harus dipatuhi oleh semua pihak yang terlibat dalam mediasi.
7)  Aturan tersebut inisiatif dari mediator atau disusun baru kesepakatan para pihak, penyimpangan tersebut dapat dilakukan dengan persetujuan para pihak.
8)  Aturan-aturan tersebut antara lain untuk menentukan :
a.   apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan mediator
b.   aturan tata tertib diskusi dan negosiasi
c.    pemanfaatan dari kaukus
d.   pemberian waktu untuk berpikir, dsb.
e.   Perumusan aturan tersebut mungkin akan mengundang perdebatan yang panjang, namun bagi mediator yang sudah terbiasa melakukan tugasnya tidak sulit mengatasinya.
b.  Merumuskan masalah dan menyusun agenda yang mencakup substansi permasalahan dengan  meminta para pihak menyampaikan permasalahannya serta opsi-opsi alternative penyelesaian yang ditawarkan, sehingga ditarik benang merah permasalahannya agar proses negosiasi selalu terfokus pada persoalan (isu) tersebut. Disini mediator harus mengkoreksi jika pengertian-pengertian persoalan yang disepakati tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, agar tidak terjadi kesesatan. Selanjutnya mengatur alokasi waktu untuk  jadwal pertemuan berikutnya
c.   Identifikasi kepentingan untuk menentukan pokok masalah sebenarnya, serta relevansi sebagai bahan untuk negosiasi. Pokok masalah harus selalu menjadi fokus proses mediasi selanjutnya. Jika terdapat penyimpangan mediator harus mengingatkan untuk kembali pada fokus permasalahan.
d. Generalisasi opsi-opsi para pihak untuk mendapatkan hubungan antara alternatif dengan permasalahannya sehingga proses mediasi menjadi lebih mudah. Opsi tersebut dapat berupa tuntutan dan alternatif penyelesaian terhadap sengketa dalam suatu proses mediasi.
e. Penentuan opsi yang dipilih berdasarkan daftar opsi yang dibuat oleh masing-masing pihak berdasarkan penghitungan untung rugi yang telah didiskusikan kepada pihak ketiga yang mendampingi untuk kemudian memperoleh putusan mengenai opsi yang diterima kedua belah pihak yang masih harus dibicarakan lebih lanjut karena belum merupakan keputusan akhir.
f.  Negosiasi akhir dimana para pihak melakukan negosiasi final yaitu klarifikasi ketegasan mengenai opsi-opsi yang telah disepakati bagi penyelesaian sengketa agar para pihak tidak ragu-ragu lagi akan pilihannya dan secara sukarela melaksanakannya. Kesepakatan tersebut berisi opsi yang diterima, hak dan kewajiban para pihak.
5.    Kesepakatan
1.  Kesepakatan Berhasil
a.      Dirumuskan dalam bentuk kesepakatan atau agreement/perjanjian
b.      Dengan kesepakatan tersebut secara substansi mediasi telah selesai, sementara tindak lanjut pelaksanaannya menjadi kewenangan pejabat Tata Usaha Negara.
c.       Setiap kegiatan mediasi hendaknya dituangkan dalam Berita Acara Mediasi
d.      Hasil mediasi dilaporkan kepada pejabat yang berwenang untuk ditindak lanjuti sesuai dengan peraturan yang berlaku.
e.      Formalisasi kesepakatan secara tertulis dengan menggunakan format perjanjian
f.        Dalam setiap mediasi perlu dibuat laporan hasil mediasi yang berlangsung
g.      Agar mempunyai kekuatan mengikat berita acara tersebut ditandatangani oleh para pihak dan mediator.
2.  Kesepakatan Tidak Berhasil
Jika pada sesi mediasi yang telah dilakukan tidak mencapai kata sepakat, maka kedua belah pihak mempunyai dan diberikan hak untuk mengajukan permasalahan sengketa tersebut kemuka pengadilan (Zhoul, 2010).

Dalam proses dan tahapan yurisdiksi pengadilan, mediasi telah terintegrasi ke dalamnya melalui PERMA Nomor 1 Tahun 2008 Pasal 2 ayat 3 dan 4 yang menjelaskan kedudukan mediasi sebagai pelaksanaan lebih lanjut dari ketentuan Pasal 130 HIR dan Pasal 154 Rbg. Dengan demikian bila mediasi tidak dilakukan, maka telah terjadi pelanggaran terhadap HIR dan Rbg, yang berakibat pembatalan pemeriksaan maupun putusan perkara yang bersangkutan demi hukum, sehingga mediasi wajib untuk ditempuh sebagai salah satu tahapan dalam proses berperkara di lingkungan peradilan (Rahmadi et.al, 2008:21).
Selanjutnya status hasil mediasi ditinjau  dari perspektif hukum bersifat mengikat dan wajib untuk dilaksanakan oleh kedua pihak yang bersengketa, karena hasil mediasi yang berupa kesepakatan perdamaian harus dituangkan dalam bentuk tertulis setelah dirumuskan oleh para pihak dengan dibantu oleh mediator dan ditandatangani oleh para pihak yang bersengketa dan mediator. Hal yang berkaitan dengan status hasil mediasi ini dijelaskan dalam PERMA Nomor 1 Tahun 2008 Pasal 17 ayat 1 dan 2 (Rahmadi et.al, 2008:44-45).
Dari penjelasan-penjelasan mengenai mediasi tersebut, maka mediasi juga dianggap sebagai penyelesaian perkara atau sengketa secara sosiologis, karena di dalam mediasi tidak ada pihak yang menang dan kalah seperti yang kerap terjadi bila suatu permasalahan diselesaikan melalui ligitasi, melainkan tercapainya suatu kesepakatan yang berimbang bagi kedua pihak setelah melalui serangkaian proses yang sangat mengutamakan interaksi antara pihak yang bersengketa. Sehingga secara sosiologis penyelesaian sengketa melalui mediasi dapat disebut penyelesaian sengketa dari dan oleh masyarakat sendiri, karena masyarakat berperan menyelesaikan sengketa mereka sendiri. Sehingga dengan cara-cara tersebut diharapkan penyelesaian akan lebih memuaskan setiap pihak yang bersengketa.


Daftar Pustaka

Anonim. 2008. Buku Tanya dan Jawab Peraturan Mahkamah Agung Ri No. 01 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan. Mahkamah Agung RI, Japan International Cooperation Agency, dan Indonesian Institute for Conflict Transformation.
Anonim. Mediasi di Pengadilan; Perdamaian Adalah Cara Terbaik Untuk Menyelesaikan Masalah.
Rahmadi, Takdir et.al. 2008. Buku Komentar Peraturan Mahkamah Agung RI No. 01 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan. Mahkamah Agung RI, Japan International Cooperation Agency, dan Indonesian Institute for Conflict Transformation.
Yono, Adi. 2011. Definisi Mediasi. Diunduh dari website http://id.shvoong.com/law-and-politics/law/2242578-definisi-mediasi/ pada 27 Mei 2012.
Zhoul. 2010. Mekanisme Pelaksanaan Mediasi Dalam Penyelesaian Sengketa Badan Pertanahan Nasional. Diunduh dari website http://ryzhoulry.blogspot.com/2010/12/mekanisme-pelaksanaan-mediasi-dalam.html pada 27 Mei 2012.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar