Foto saya
Bengkulu, Indonesia
a lover..

Sabtu, 16 Juni 2012

AGAMA DAN BERAGAMA 2


SEKULERISME DAN ATEISME
Oleh : Ayu Wijayanti
Sekularisme merupakan sebuah ideologi yang pada mulanya berkembang di dunia Barat dan menyebar hampir ke seluruh penjuru Dunia tak terkecuali dunia islam. Paham ini bertujuan memisahkan urusan manusia dengan urusan Tuhan. Karena bila  melacak sejarah bangsa Eropa, sekularisme muncul sebagai akibat dari tindakan gereja yang mengungkung dan menyekat perkembangan ilmu pengetahuan. Pihak gereja Eropa telah menghukum ahli sains seperti Copernicus, Gradano, Galileo dan lainnya yang mengutarakan penemuan saintifik yang berlawanan dengan ajaran gereja yang sebenarnya juga telah banyak mengalami perubahan dari ajaran Kristen sesungguhnya. Kemunculan paham ini juga disebabkan tindakan pihak gereja yang mengadakan upacara agama yang dianggap berlawanan dengan nilai pemikiran dan moral seperti penjualan surat pengampunan dosa, dimana seseorang boleh membeli surat pengampunan dengan nilai  yang tinggi dan mendapat jaminan surga walaupun berbuat kejahatan di dunia (Zakiracut, 2011).
Istilah sekuler berasal dari bahasa latin Saeculum yang memiliki konotasi waktu dan tempat. Waktu menunjukan sekarang sedangkan tempat dinisbahkan kepada dunia. Jadi saeculum berarti zaman ini atau masa kini, dan zaman ini atau masa kini menunjukan peristiwa di dunia ini, dan itu juga berarti peristiwa–peristiwa masa kini. Adapun sekularisasi dalam kamus ilmiah adalah hal usaha yang merampas milik gereja atau penduniawian. Sedangkan Sekularisme adalah sebuah gerakan yang menyeru kepada kehidupan duniawi tanpa campur tangan agama (Zakiracut, 2011).
Jadi bila dilihat dari sejarah munculnya sekulerisme, maka dapat dipahami bahwa terdapat faktor kuat yang membuat sekulerisme timbul dan diterima oleh masyarakat luas, bahkan tidak hanya masyarakat Eropa, namun juga masyarakat belahan dunia lainnya. Faktor tersebut adalah kebebasan yang didapatkan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan seluas-luasnya dan bertindak sesuai pemikiran tersebut  tanpa harus menyertakan dalil-dalil ketuhanan di dalamnya. Hal tersebut juga didasarkan adanya pemahaman bahwa memang demikianlah yang harus dilakukan bila ingin mencapai kemajuan, memisahkan urusan dunia dengan urusan ketuhanan, tanpa memikirkan kembali bahwa paham tersebut lahir dari kondisi masyarakat Kristen Eropa pada abad pertengahan yang pada saat ini bisa jadi sudah mengalami perubahan dalam hal memaknai perkembangan ilmu pengetahuan.
Di Indonesia sendiri paham ini dalam akhir dasawarsa terakhir telah terlihat  pengaruhnya di berbagai aspek kehidupan manusia yang sangat terlihat jelas dalam bidang pendidikan. Meskipun saat ini sudah mulai diberlakukan kurikulum pendidikan karakter, namun sudah terlalu lama pendidikan di Indonesia melepaskan diri dari unsur keagamaan. Meskipun materi pelajaran agama tetap dimasukkan sebagai mata pelajaran wajib, namun dari pengamatan saya komposisinya dibandingkan dengan mata pelajaran lain yang mengajarkan ilmu pengetahuan alam atau ilmu pengetahuan social berbanding 1:4 setiap minggunya. 1 kali untuk pelajaran agama, dan 4 kali untuk pelajaran lainnya.
Ternyata kondisi tersebut memang sudah diatur sedemikian rupa melalui UU Sistem Pendidikan Nasional Republik Indonesia, yaitu  antara lain pada UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 Bab VI tentang jalur, jenjang dan jenis pendidikan bagian kesatu (umum) pasal 15 yang berbunyi: Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, advokasi, keagaman, dan khusus (Naseh, 2012). Dari jenis pendidikan yang disebutkan dalam UU tersebut terlihat jelas bahwa terjadi pembedaan antara pendidikan umum dengan pendidikan lainnya termasuk juga pendidikan keagamaan. Dimana pendidikan keagamaan dikhususkan pada sekolah-sekolah tertentu seperti Madrasah bagi umat muslim dan sekolah keagamaan sejenis bagi selain umat muslim.
Kalaupun pelajaran agama kemudian tetap dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah umum, yang terjadi adalah seperti  yang telah saya sebutkan sebelumnya, terdapat suatu ketidak seimbangan komposisi waktu antara pelajaran agama dengan pelajaran lainnya. Sikap dan perilaku yang berkembang kemudian juga menjadi tidak berlandaskan agama, karena yang diutamakan adalah keberhasilan intelektual peserta didik di sekolah yang dilihat dari pencapaian belajar mereka berupa nilai atau angka-angka. Hal tersebutlah yang kemudian menjadi tolok ukur keberhasilan pendidikan di Indonesia saat ini
Sekulerisme kemudian menyebabkan kurangnya pemahaman masyarakat Indonesia mengenai keagamaan. Hal ini bila dibiarkan terus menerus maka dapat mengarahkan kita pada paham atheisme yang juga sudah lebih dulu berkembang di Eropa dan Negara-negara barat lainnya. Ateisme merupakan prinsip filosofi yang tidak mempercayai keberadaan Tuhan atau Dewa yang dimulai pada abad ke 19 oleh seorang filsuf Jerman bernama Ludwig Feuerbach yang menganggap Tuhan hanyalah produk proyeksi manusia. Prinsip ini juga dianut oleh Sigmund Freud yang juga menganggap Tuhan hanya rekayasa manusia saja untuk ia jadikan tempat bertumpu atas segala keinginannya (Vitrilia, 2010). Sementara pada saat ini, sekitar 2,3% populasi dunia mengaku sebagai ateis, manakala 11,9% mengaku sebagai nonteis. Sekitar 65% orang Jepang mengaku sebagai ateis,agnostik, ataupun orang yang tak beragama; dan sekitar 48%-nya di Rusia. Persentase komunitas tersebut di Uni Eropa berkisar antara 6% di  Italia sampai dengan 85% di Swedia (Wikipedia, 2012).
Di Indonesia sendiri ateisme sudah mengalami perkembangan yang cukup mencolok. Salah satu kasus ateisme yang sempet menggegerkan masyarakat adalah kasus penistaan agama yang dikenakan kepada Alex Aan, seorang warga di Darmasraya, Sumatra Barat. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 18 Januari 2012 lalu, dimana Alex nyaris diamuk massa karena ia telah memproklamirkan dirinya sebagai seorang ateis yang tidak mempercayai keberadaan Tuhan melalui akun salah satu jejaring sosial. Alex mengakui bahwa ia sudah tidak mengakui adanya Tuhan semenjak ia masih kecil. Padahal ia dilahirkan, tumbuh dan berkembang di keluarga muslim. Mengenai kasus ini Ketua Bidang MUI Sumatera Barat, Gusrizal Gazahar menyatakan ada dua kemungkinan penyebab perilaku ateis dalam diri Alex, yaitu karena tidak adanya kematangan dasar ilmu keagamaan dan intervensi dari pihak luar (Zid, 2012).
Mengenai tindakan hukum yang diberlakukan kepada Alex tersebut, Harjo Winoto yang merupakan seorang praktisi hukum (dalam Anonim, 2012) menyayangkan status Negara Indonesia yang tidak menunjukkan ketegasan, apakah merupakan negara sekuler atau Negara berdasarkan agama, yang sudah berlangsung cukup lama tanpa adanya klarifikasi dari pemerintah. Karena ia berasumsi bila Indonesia merupakan negar sekuler, artinya isu agama dan isu pemerintahan adalah dua isu yang terpisahkan, sehingga negara tidak dapat mencampuri urusan kepercayaan atau keagamaan seseorang, karena isu yang kemudian dikembangkan adalah isu kebebasan untuk memilih di antara lima pilihan agama atau tidak memilih sama sekali.
Hal ini kemudian menjadi berbanding terbalik dengan sistem pendidikan di Indonesia, dimana sekulerisme terlihat dengan jelas, sementara dalam sistem hukum masih terlihat suatu ketidak konsistenan pemerintah. Kasus ini juga menunjukkan bahwa atheisme ternyata telah mengalami perkembangan yang cukup pesat di Indonesia. Pembuktian ini dapat terlihat dari keberadaan mereka di situs jejaring sosial dengan berbaai nama akun, seperti Indonesian Atheist Society dengan 665 anggota, Indonesian Society of Humanits dengan anggota 335 orang, atau Indonesian Freethinkers dengan 554 anggota (Romdhon, 2011).
Perkembangan ini pastilah disebabkan oleh banyak faktor, misalnya saja seperti yang diungkapkan oleh seorang professor di Amerika Serikat (dalam Ariyanto, 2010), bahwa atheism dapat terbentuk karena beberapa faktor, seperti : 1). Individu merasa malu akan kepercayaan yang dianutnya; 2). Individu mencoba masuk ke dalam sebuah organisasi/kelompok sosial tertentu; dan 3). Individu mengejar kenyamanan pribadi.
Berkaitan dengan pernyataan tersebut, faktor yang pertama adalah bahwa individu merasa malu akan agama yang dianutnya. Hal ini bisa saja menjadi dasar mengapa semakin banyak masyarakat Indonesia yang menganut prinsip ateis, karena dengan semakin banyaknya tindak kekerasan kolektif yang dilakukan oleh orang-orang yang mengatasnamakan agama, sehingga mereka merasa malu untuk menganut agama yang dikoar-koarkan oleh kelompok tersebut. Meskipun seharusnya tindakan tersebut tidak lantas membuat mereka menjadi seorang atheis, karena dalam hal ini agama tidak bisa dipersalahkan, namun oknum-oknum tersebutlah yang harus dipertanyakan kembali dasar tindakannya.
Faktor yang kedua, yaitu individu mencoba masuk ke dalam sebuah organisasi atau kelompok tertentu. Pilihan akan hal ini merupakan hal yang wajar untuk dilakukan oleh individu apabila ia memang memiliki dasar atau motivasi yang kuat untuk kemudian melepaskan agamanya dan tidak mengakui keberadaan Tuhan dan dilanjutkan dengan mengikuti kegiatan di dalam suatu kelompok atau organisasi tertentu. Apalagi pada dasarnya manusia adalah individu yang tidak pernah puas dan selalu ingin tahu, sehingga bisa jadi ini adalah salah satu bentuk keingintahuannya terhadap hal yang selama ini tidak pernah terpikir olehnya.
Faktor yang ketiga, individu mengejar kenyamanan pribadi. Maknanya bisa jadi individu memilih tidak memeluk suatu agama dan tidak mengakui keberadaan Tuhan sehingga ia bebas berbuat sesuai keinginannya tanpa harus dihantui perasaan bersalah karena telah melanggar aturan yang terdapat dalam sebuah agama yang sebelumnya dianut.
Dengan demikian, jelaslah bahwa sekulerisme merupakan gerbang utama menuju perilaku atheisme, dan perilaku tersebut akan semakin berkembang dan menjadi-jadi dengan adanya faktor-faktor seperti yang telah disebutkan sebelumnya, seperti halnya yang sedang berkembang di dunia dan di Indonesia saat ini.
Anonim. 2012. KBR68H : Fenomena Tidak Beragama di Indonesia. Diunduh dari website http://mediakeberagaman.com pada 30 Mei 2012.
Ariyanto, Nova Jono. 2010. Sekilas Tentang Atheism. Diunduh dari website http://ruangpsikologi.com pada 30 Maret 2012.
Naseh. 2012. Pendidikan di Indonesia, Masalah dan Solusinya. Diunduh dari website http://naseh.blog.fisip-untirta.ac.id pada 28 Mei 2012.
Romdhon, Ismail Fajar. 2011. Eksistensi Ateisme di Indonesia (Teori Evolusi dan Atheisme Bagian 5). Diunduh dari website http://filsafatus.blogspot.com pada 30 Mei 2012.
Vitrilia, Shona. 2010. Penyebab Sigmund Freud Ateis. Diunduh dari website http://shonave.multiply.com pada 30 Maret 2012.
Wikipedia. 2012. Ateisme. Diunduh dari website www.wikipedia.com pada 30 Mei 2012.
Zakiracut. 2011. Sekularisme Dalam Catatan Sejarah. Diunduh dari website http://zakiracut.wordpress.com pada 30 Maret 2012.
Zid. 2012. Gara-gara Mengaku Atheis Minang di Facebook, Alexander Dihakimi Massa. Diunduh dari website http://pekanbaru.tribunnews.com pada 30 Maret 2012.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar