Secara etimologi, mediasi berasal dari bahasa
latin mediare yang artinya ditengah,
yang dapat dimaknai aktivitas seseorang (mediator) dalam menengahi pertentangan
yang terjadi di antara dua pihak tanpa memihak kepada salah satu di antara
mereka (Yono, 2011). Selanjutnya dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, mediasi
diartikan sebagai proses pengikutsertaan pihak ketiga dalam penyelesaian suatu
perselisihan sebagai penasihat. Berangkat dari definisi tersebut, Syahrizal
Abbas (dalam Yono, 2011) menjelaskan
bahwa terdapat tiga unsur penting di dalam definisi mediasi tersebut, yaitu 1).
Proses penyelesaian perselisihan atau sengketa yang terjadi antara dua pihak
atau lebih; 2). Pihak yang terlibat dalam penyelesaian sengketa adalah
pihak-pihak yang berasal dari luar pihak yang bersengketa; dan 3). Pihak yang
terlibat dalam penyelesaian sengketa tersebut bertindak sebagai penasihat dan
tidak memiliki kewenangan apapun dalam pengambilan keputusan.
Sementara itu bila ditilik dari
terminologinya, mediasi merupakan sebuah forum dimana mediator melakukan
interaksi dan pembicaraan dengn para pihak yang bersengketa (Anonim: 1).
Valerine JL Kriekhoff sebagaimana disampaikan oleh Zainuddin Fajari (dalam Yono, 2011) mengungkapkan bahwa
mediasi adalah salah satu bentuk interaksi antara dua individu atau kelompok
dengan melibatkan pihak ketiga dengan tujuan membantu tercapainya penyelesaian
yang bersifat kompromistik atau salah satu cara menyelesaikan masalah di luar
peradilan. Sedangkan dalam Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1
tahun 2008 pasal 1 ayat 6 dan 7 menyebutkan mediasi sebagai cara penyelesaian sengketa melalui proses
perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dibantu oleh seorng atau
lebih mediator, dimana mediator merupakan pihak netral yang membantu para pihak
dalam mencari kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus
atau memaksakan sebuah penyelesaian (Anonim, 2008:2).
Jadi mediasi dalam praktek pengadilan memiliki
beberapa tujuan, yaitu sebagai berikut :
1.
Mengatasi
penumpukan berkas perkara di pengadilan, karena jika para pihak dapat
menyelesaikan sendiri sengketa tanpa harus diadili oleh hakim, jumlah perkara
yang harus diperiksa oleh hakim akan berkurang pula, sehingga tidak terjadi
penumpukan berkas perkara di dalam pengadilan.
2.
Menyelesaikan
sengketa dengan lebih cepat dan murah dibandingkan dengan proses ligitasi,
karena dalam banyak literatur juga disebutkan bahwa penggunaan mediasi atau
bentuk-bentuk penyelesaian yang termasuk ke dalam pengertian alternative dispute resolution (ADR)
merupakan proses penyelesaian sengketa yang lebih cepat dan murah dibandingkan
proses ligitasi.
3.
Memperluas
akses bagi para pihak untuk memperoleh rasa keadilan, karena adanya anggapan Mahkamah
Agung bahwa penyelesaian yang lebih baik dan memuaskan adalah proses
penyelesaian yang memberikan peluang bagi para pihak untuk bersama-sama mencari
dan menemukan hasil akhir.
4.
Memperkuat
dan memaksimalkan fungsi lembaga pengadilan dalam penyelesaian sengketa, karena
PERMA tentang mediasi diharapkan dapat mendorong perubahan cara pandang para
pelaku dalam proses peradilan perdata, yaitu hakim dan advokat, bahwa lembaga
pengadilan tidak hanya memutus, tetapi juga mendamaikan (Rahmadi et.al, 2008:7-8).
Mediasi memiliki prosedur dan mekanisme yang sudah tertulis dalam PERMA
Nomor 1 Tahun 2008 Pasal 1 ayat 9, yaitu prosedur mediasi adalah tahapan proses
mediasi sebagaimana diatur dalam peraturan ini. Makna dari ayat tersebut adalah
prosedur yang diatur dalam peraturan ini terdiri dari pra mediasi dan tahapan
proses mediasi. Pada tahap pra mediasi, antara lain mengatur kewajiban hakim,
hak para pihak memilih mediator, batas waktu pemilihan mediator, prinsip itikad
baik. Selanjutnya tahapan mediasi meliputi penyusunan resume, lama waktu proses
mediasi, kewenangan mediator, tugas-tugas mediator, keterlibatan ahli, mencapai
kesepakatan dan tidak mencapai kesepakatan, dan akibat-akibat dari kegagalan
mediasi (Rahmadi et.al, 2008: 18).
Pelaksanaan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
1.
Pengaduan
dari pihak yang bersengketa kepada lembaga peradilan.
2.
Menelaah
permasalahan untuk mengetahui pokok permasalahan, apakah masalah tersebut dapat
diselesaikan melalui mediasi atau tidak,pembentukan tim penanganan sengketa
yang dalam hal ini bukan merupakan suatu keharusan, dan penyiapan bahan agar
mediator sudah menguasai substansi masalah, serta menentukan waktu dan tempat
mediasi.
3.
Pemanggilan
para pihak yang berkaitan dengan permasalahan.
4.
Upaya
mediasi, yaitu :
a. Memulai mediasi dengan mencairkan
suasana diantara kedua belah pihak yang bersengketa, suasana akrab, tidak kaku,
serta menjelaskan peran mediator sebagai pihak ketiga yang tidak memihak, dan
kemudian melakukan klarifikasi terhadap para pihak yang manfaatnya adalah:
1) Para
pihak mengetahui kedudukannya.
2) Dikondisikan
tidak ada rasa apriori pada salah satu pihak/kedua belah pihak dengan
objektivitas penyelesaian sengketa, kedudukan, hak, dan kewajiban sama.
3) Masing-masing
berhak memberikan dan memperoleh informasi/data yang disampaikan lawan.
4) Para
pihak dapat membantah atau meminta klarifikasi dari lawan dan wajib menghormati
pihak lainnya.
5) Pengaturan
pelaksanaan mediasi
6) Dari
permulaan mediasi telah disampaikan aturan-aturan mediasi yang harus dipatuhi
oleh semua pihak yang terlibat dalam mediasi.
7) Aturan
tersebut inisiatif dari mediator atau disusun baru kesepakatan para pihak,
penyimpangan tersebut dapat dilakukan dengan persetujuan para pihak.
8) Aturan-aturan
tersebut antara lain untuk menentukan :
a.
apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan mediator
b.
aturan tata tertib diskusi dan negosiasi
c.
pemanfaatan dari kaukus
d.
pemberian waktu untuk berpikir, dsb.
e.
Perumusan aturan tersebut mungkin akan mengundang perdebatan yang panjang,
namun bagi mediator yang sudah terbiasa melakukan tugasnya tidak sulit
mengatasinya.
b. Merumuskan masalah dan menyusun agenda yang mencakup substansi
permasalahan dengan meminta para pihak menyampaikan
permasalahannya serta opsi-opsi alternative penyelesaian yang ditawarkan,
sehingga ditarik benang merah permasalahannya agar proses negosiasi selalu
terfokus pada persoalan (isu) tersebut. Disini mediator
harus mengkoreksi jika pengertian-pengertian persoalan yang disepakati tidak
sesuai dengan peraturan perundang-undangan, agar tidak terjadi kesesatan. Selanjutnya mengatur alokasi waktu untuk jadwal pertemuan berikutnya
c. Identifikasi
kepentingan untuk menentukan pokok masalah sebenarnya, serta relevansi sebagai
bahan untuk negosiasi. Pokok masalah harus selalu menjadi fokus proses mediasi
selanjutnya. Jika terdapat penyimpangan mediator harus mengingatkan untuk
kembali pada fokus permasalahan.
d. Generalisasi opsi-opsi
para pihak untuk mendapatkan hubungan antara alternatif dengan permasalahannya
sehingga proses mediasi menjadi lebih mudah. Opsi tersebut dapat berupa tuntutan dan alternatif
penyelesaian terhadap sengketa dalam suatu proses mediasi.
e. Penentuan opsi yang
dipilih berdasarkan daftar opsi yang dibuat oleh masing-masing pihak
berdasarkan penghitungan untung rugi yang telah didiskusikan kepada pihak
ketiga yang mendampingi untuk kemudian memperoleh putusan mengenai opsi yang
diterima kedua belah pihak yang masih harus dibicarakan lebih lanjut karena
belum merupakan keputusan akhir.
f. Negosiasi akhir
dimana para pihak melakukan negosiasi final yaitu klarifikasi ketegasan
mengenai opsi-opsi yang telah disepakati bagi penyelesaian sengketa agar para
pihak tidak ragu-ragu lagi akan pilihannya dan secara sukarela melaksanakannya.
Kesepakatan tersebut berisi opsi yang diterima, hak dan kewajiban para pihak.
5. Kesepakatan
1. Kesepakatan Berhasil
a. Dirumuskan dalam bentuk
kesepakatan atau agreement/perjanjian
b.
Dengan kesepakatan tersebut secara substansi mediasi telah selesai, sementara
tindak lanjut pelaksanaannya menjadi kewenangan pejabat Tata Usaha Negara.
c.
Setiap kegiatan mediasi hendaknya dituangkan dalam Berita Acara Mediasi
d.
Hasil mediasi dilaporkan kepada pejabat yang berwenang untuk ditindak lanjuti
sesuai dengan peraturan yang berlaku.
e.
Formalisasi kesepakatan secara tertulis dengan menggunakan format perjanjian
f.
Dalam setiap mediasi perlu dibuat laporan hasil mediasi yang berlangsung
g. Agar mempunyai kekuatan mengikat berita acara tersebut
ditandatangani oleh para pihak dan mediator.
2. Kesepakatan Tidak
Berhasil
Jika
pada sesi mediasi yang telah dilakukan tidak mencapai kata sepakat, maka kedua
belah pihak mempunyai dan diberikan hak untuk mengajukan permasalahan sengketa
tersebut kemuka pengadilan (Zhoul, 2010).
Dalam
proses dan tahapan yurisdiksi pengadilan, mediasi telah terintegrasi ke
dalamnya melalui PERMA Nomor 1 Tahun 2008 Pasal 2 ayat 3 dan 4 yang menjelaskan
kedudukan mediasi sebagai pelaksanaan lebih lanjut dari ketentuan Pasal 130 HIR
dan Pasal 154 Rbg. Dengan demikian bila mediasi tidak dilakukan, maka telah
terjadi pelanggaran terhadap HIR dan Rbg, yang berakibat pembatalan pemeriksaan
maupun putusan perkara yang bersangkutan demi hukum, sehingga mediasi wajib
untuk ditempuh sebagai salah satu tahapan dalam proses berperkara di lingkungan
peradilan (Rahmadi et.al, 2008:21).
Selanjutnya status hasil mediasi
ditinjau dari perspektif hukum bersifat
mengikat dan wajib untuk dilaksanakan oleh kedua pihak yang bersengketa, karena
hasil mediasi yang berupa kesepakatan perdamaian harus dituangkan dalam bentuk
tertulis setelah dirumuskan oleh para pihak dengan dibantu oleh mediator dan
ditandatangani oleh para pihak yang bersengketa dan mediator. Hal yang
berkaitan dengan status hasil mediasi ini dijelaskan dalam PERMA Nomor 1 Tahun
2008 Pasal 17 ayat 1 dan 2 (Rahmadi et.al,
2008:44-45).
Dari
penjelasan-penjelasan mengenai mediasi tersebut, maka mediasi juga dianggap
sebagai penyelesaian perkara atau sengketa secara sosiologis, karena di dalam
mediasi tidak ada pihak yang menang dan kalah seperti yang kerap terjadi bila
suatu permasalahan diselesaikan melalui ligitasi, melainkan tercapainya suatu
kesepakatan yang berimbang bagi kedua pihak setelah melalui serangkaian proses
yang sangat mengutamakan interaksi antara pihak yang bersengketa. Sehingga secara sosiologis penyelesaian
sengketa melalui mediasi dapat disebut penyelesaian sengketa dari dan oleh
masyarakat sendiri, karena masyarakat berperan menyelesaikan sengketa mereka
sendiri. Sehingga dengan cara-cara tersebut diharapkan penyelesaian akan lebih
memuaskan setiap pihak yang bersengketa.
Daftar Pustaka
Anonim. 2008. Buku Tanya dan Jawab Peraturan Mahkamah
Agung Ri No. 01 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan. Mahkamah
Agung RI, Japan International Cooperation Agency, dan Indonesian Institute for
Conflict Transformation.
Anonim.
Mediasi di Pengadilan; Perdamaian Adalah
Cara Terbaik Untuk Menyelesaikan Masalah.
Rahmadi, Takdir et.al. 2008. Buku Komentar Peraturan Mahkamah Agung RI No. 01 Tahun 2008 Tentang
Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan. Mahkamah Agung RI, Japan International
Cooperation Agency, dan Indonesian Institute for Conflict Transformation.
Yono, Adi. 2011. Definisi Mediasi. Diunduh dari website http://id.shvoong.com/law-and-politics/law/2242578-definisi-mediasi/ pada 27 Mei 2012.
Zhoul. 2010. Mekanisme Pelaksanaan Mediasi Dalam
Penyelesaian Sengketa Badan Pertanahan Nasional. Diunduh dari website http://ryzhoulry.blogspot.com/2010/12/mekanisme-pelaksanaan-mediasi-dalam.html pada 27 Mei 2012.