Foto saya
Bengkulu, Indonesia
a lover..

Minggu, 30 Desember 2012

Tidak, Harus

kita pasti memiliki banyak cerita, banyak kisah, banyak pengetahuan, banyak pengalaman, yang akan terus bertambah setiap harinya.
tapi tidak semua harus kita ceritakan, bahkan novel atau cerita fiksi sekalipun memiliki sisi yang tidak diungkap oleh penulisnya. apalagi cerita kehidupan kita.

Baiti Jannati Residence

sudah satu setengah tahun aku jadi penghuni Baiti Jannati Residence selama di Padang. lokasinya dekat dengan kampus, cukup nyaman dan fasilitasnya cukup memadai. terutama fasilitas wi-fi nya yang bikin aku betah ngendon di kamar seharian.
di sini satu kamar disediakan untuk 2 orang. aku sudah 2 kali berganti teman kamar, yang pertama Cya, dan yang kedua Dian. mereka sama-sama berasal dari Bukittinggi.
mahasiswa s2 di sini ada 4 orang, selebihnya mahasiswa s1, mahasiswa d3, ada juga dosen.
aku di lantai 1 kamar 6. desain rumahnya memungkinkan buat keberadaan lantai dasar, lantai 1 setengah, lantai 2, lantai 2 setengah, dan lantai 3.
aku lebih banyak berinteraksi dengan anak-anak di lantai dua, karena kebetulan di sana ada tiga orang mahasiswa s2 lainnya, ruang tv yang lebih nyaman, dan penghuni yang lebih gila :D
sekarang, mahasiswa s2 yang 2 orang, angkatan setahun di atasku sedang menuju akhir perjalanan sebagai mahasiswa. sempat kepikiran juga, kalau mereka nggak ada, nanti aku gimana. tapi aku yakin kok aku bisa berinteraksi dengan anak-anak yang lain :)
kalau mikirin perpisahan yang pasti bakal terjadi dengan mereka-mereka nantinya, aku sedih aja. soalnya mereka udah kayak saudara sendiri yang udah gak kenal malu satu sama lain. yang udah saling merhatiin dengan tulus satu sama lain, kadang juga sebel-sebelan, kesel-keselan. tapi aku tetap sayang mereka. beneran loh, aku  sayang mereka.



Tahap I

Tanggal 27 desember kemaren, aku ngecek email, dan dapat pemberitahuan kalau aku lulus tahap I rekrutmen Pengajar Muda angkatan VI. Alhamdulillah :) Apalagi pas dilihat yg lulus cuma 263 orang dari 7.052 pendaftar.
selang beberapa hari, aku dapat email lagi, jadwal untuk Direct assessment, aku kebagian tanggal 18 Januari kelompok II regional Jogjakarta. tapi lokasi tesnya belum ditentuin.
pengen berangkat, dan pastinya harus mempersiapkan diri dari sekarang. semoga restu kedua orang tua dan keluarga memudahkan jalanku nanti, aamiin :)

Rabu, 12 Desember 2012

masalah dan tujuan

sampai dengan hari ini, saya masih berusaha menemukan permasalahan yang bisa saya jadikan tema tesis saya.
masalah sosial ada banyak, tapi hanya beberapa yang bisa jadi masalah penelitian.
itu kata dosen saya sewaktu pelatihan penulisan tesis hampir 2 mingu yang lalu.
dapatkan permasalahan itu dari melihat permasalahan di balik sesuatu yang terlihat wajar, membandingkan apa yang seharusnya terjadi dengan kenyataan yang terjadi, atau melalui pendekatan teori-teori sosial.
dan saya bukannya tidak memiliki rencana permasalahan, tapi beberapa kali permasalahanyang saya ungkapkan sepertinya tidak menarik dan tidak up to date.
jadilah saya hingga hari ini masih terombang-ambing oleh ketidak pastian.
tujuan permasalahan sendiri belum dapat saya fix-kan karena dari permasalahan-permasalahan yang saya ungkapkan tadi sudah bisa dijawab dengan common sense, sehingga tidak perlu penelitian untuk mencapai tujuan penelitian yang merupakan jawaban rumusan permasalahan.
*jadi gimana kalau korelasi social media dengan insomnia?

12.12.12

di baris terakhir postingan sebelumnya, saya baru sadar kalau sekarang tanggal 12 bulan Desember tahun 2012.
12.12.12
saya masih ingat isu-isu yang berkembang pada awal tahun kemarin mengenai hari akhir yang oleh suku inca diprediksi terjadi pada tanggal ini. tapi sepandai-pandainya peradaban manusia, Tuhanlah yang lebih berkuasa.
seperti yang terjadi pada kombinasi angka kembar di tahun-tahun sebelumnya, banyak teman saya yang memutuskan menciptakan suatu moment di hidupnya pada tanggal sekarang.
ada yang memutuskan melakukan akad nikah setelah lima tahun menikah.
ada juga yang memutuskan melahirkan anak pertamanya.
alasannya karena tanggalnya cantik, gampang diingat.
ini mungkin bertentangan dengan masyarakat jawa yang masih menggunakan perhitungan hari pasaran untuk menentukan tanggal baik, dan tidak hanya didasarkan pada kecantikan suatu tanggal.
dan hal ini juga menggelitik pemikiran saya yang sesungguhnya tidak terlalu peduli dengan angka -kecuali angka di uang-, karena menurut saya suatu moment itu tidak hanya spesial di saat ia terjadi di tanggal dengan kombinasi angka yang cantik, tapi moment itu menjadi spesial saat kita bisa mencipatakannya bersama orang yang spesial seperti keluarga, sahabat, atau kekasih.
yah itu menurut saya saja kok, kalau nggak setuju juga no problemo.
selamat ber-12 ria :D

lupa, melupakan, terlupakan, dilupakan

sudah banyak pastinya yang aku alami setelah postingan terakhir bulan september lalu.
sudah tiga bulan tidak pulang dan bertemu keluarga dan pacar di kampung halaman.
sudah belasan undangan pernikahan teman yang saya dapat.
sudah 11 bulan bersama pacar.
sudah semester 3 di pascasarjana.
sudah berkilo gram berat badan bertambah.
dan entah sudah berapa kisah yang aku lupa, sengaja aku lupakan, tanpa sengaja terlupa, ataumalah aku yang dilupakan.
aku merasa beberapa bulan ini tidak banyak hal yang menarik, atau aku hanya lupa.
jadi aku memilih untuk tidak menulis apa-apa, padahal ini membuatku semakin cepat melupakan.
ya beginilah kalau hanya mengandalkan kemampuan otak yang jarang diasah, banyak yang terlupa.
tapi aku siap dengan konsekuensi dilupakan.

Sabtu, 16 Juni 2012

MEDIASI DI PENGADILAN



Secara etimologi, mediasi berasal dari bahasa latin mediare yang artinya ditengah, yang dapat dimaknai aktivitas seseorang (mediator) dalam menengahi pertentangan yang terjadi di antara dua pihak tanpa memihak kepada salah satu di antara mereka (Yono, 2011). Selanjutnya dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, mediasi diartikan sebagai proses pengikutsertaan pihak ketiga dalam penyelesaian suatu perselisihan sebagai penasihat. Berangkat dari definisi tersebut, Syahrizal Abbas (dalam Yono, 2011) menjelaskan bahwa terdapat tiga unsur penting di dalam definisi mediasi tersebut, yaitu 1). Proses penyelesaian perselisihan atau sengketa yang terjadi antara dua pihak atau lebih; 2). Pihak yang terlibat dalam penyelesaian sengketa adalah pihak-pihak yang berasal dari luar pihak yang bersengketa; dan 3). Pihak yang terlibat dalam penyelesaian sengketa tersebut bertindak sebagai penasihat dan tidak memiliki kewenangan apapun dalam pengambilan keputusan.
Sementara itu bila ditilik dari terminologinya, mediasi merupakan sebuah forum dimana mediator melakukan interaksi dan pembicaraan dengn para pihak yang bersengketa (Anonim: 1). Valerine JL Kriekhoff sebagaimana disampaikan oleh Zainuddin Fajari (dalam Yono, 2011) mengungkapkan bahwa mediasi adalah salah satu bentuk interaksi antara dua individu atau kelompok dengan melibatkan pihak ketiga dengan tujuan membantu tercapainya penyelesaian yang bersifat kompromistik atau salah satu cara menyelesaikan masalah di luar peradilan. Sedangkan dalam Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 tahun 2008 pasal 1 ayat 6 dan 7 menyebutkan mediasi sebagai  cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dibantu oleh seorng atau lebih mediator, dimana mediator merupakan pihak netral yang membantu para pihak dalam mencari kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian (Anonim, 2008:2).
Jadi mediasi dalam praktek pengadilan memiliki beberapa tujuan, yaitu sebagai berikut :
1.       Mengatasi penumpukan berkas perkara di pengadilan, karena jika para pihak dapat menyelesaikan sendiri sengketa tanpa harus diadili oleh hakim, jumlah perkara yang harus diperiksa oleh hakim akan berkurang pula, sehingga tidak terjadi penumpukan berkas perkara di dalam pengadilan.
2.       Menyelesaikan sengketa dengan lebih cepat dan murah dibandingkan dengan proses ligitasi, karena dalam banyak literatur juga disebutkan bahwa penggunaan mediasi atau bentuk-bentuk penyelesaian yang termasuk ke dalam pengertian alternative dispute resolution (ADR) merupakan proses penyelesaian sengketa yang lebih cepat dan murah dibandingkan proses ligitasi.
3.       Memperluas akses bagi para pihak untuk memperoleh rasa keadilan, karena adanya anggapan Mahkamah Agung bahwa penyelesaian yang lebih baik dan memuaskan adalah proses penyelesaian yang memberikan peluang bagi para pihak untuk bersama-sama mencari dan menemukan hasil akhir.
4.       Memperkuat dan memaksimalkan fungsi lembaga pengadilan dalam penyelesaian sengketa, karena PERMA tentang mediasi diharapkan dapat mendorong perubahan cara pandang para pelaku dalam proses peradilan perdata, yaitu hakim dan advokat, bahwa lembaga pengadilan tidak hanya memutus, tetapi juga mendamaikan (Rahmadi et.al, 2008:7-8).

Mediasi memiliki prosedur dan mekanisme yang sudah tertulis dalam PERMA Nomor 1 Tahun 2008 Pasal 1 ayat 9, yaitu prosedur mediasi adalah tahapan proses mediasi sebagaimana diatur dalam peraturan ini. Makna dari ayat tersebut adalah prosedur yang diatur dalam peraturan ini terdiri dari pra mediasi dan tahapan proses mediasi. Pada tahap pra mediasi, antara lain mengatur kewajiban hakim, hak para pihak memilih mediator, batas waktu pemilihan mediator, prinsip itikad baik. Selanjutnya tahapan mediasi meliputi penyusunan resume, lama waktu proses mediasi, kewenangan mediator, tugas-tugas mediator, keterlibatan ahli, mencapai kesepakatan dan tidak mencapai kesepakatan, dan akibat-akibat dari kegagalan mediasi (Rahmadi et.al, 2008: 18).

Pelaksanaan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
1.       Pengaduan dari pihak yang bersengketa kepada lembaga peradilan.
2.       Menelaah permasalahan untuk mengetahui pokok permasalahan, apakah masalah tersebut dapat diselesaikan melalui mediasi atau tidak,pembentukan tim penanganan sengketa yang dalam hal ini bukan merupakan suatu keharusan, dan penyiapan bahan agar mediator sudah menguasai substansi masalah, serta menentukan waktu dan tempat mediasi.
3.       Pemanggilan para pihak yang berkaitan dengan permasalahan.
4.       Upaya mediasi, yaitu :
a.    Memulai mediasi dengan mencairkan suasana diantara kedua belah pihak yang bersengketa, suasana akrab, tidak kaku, serta menjelaskan peran mediator sebagai pihak ketiga yang tidak memihak, dan kemudian melakukan klarifikasi terhadap para pihak yang manfaatnya adalah:
1)  Para pihak mengetahui kedudukannya.
2)  Dikondisikan tidak ada rasa apriori pada salah satu pihak/kedua belah pihak dengan objektivitas penyelesaian sengketa, kedudukan, hak, dan kewajiban sama.
3)  Masing-masing berhak memberikan dan memperoleh informasi/data yang disampaikan lawan.
4)  Para pihak dapat membantah atau meminta klarifikasi dari lawan dan wajib menghormati pihak lainnya.
5)  Pengaturan pelaksanaan mediasi
6)  Dari permulaan mediasi telah disampaikan aturan-aturan mediasi yang harus dipatuhi oleh semua pihak yang terlibat dalam mediasi.
7)  Aturan tersebut inisiatif dari mediator atau disusun baru kesepakatan para pihak, penyimpangan tersebut dapat dilakukan dengan persetujuan para pihak.
8)  Aturan-aturan tersebut antara lain untuk menentukan :
a.   apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan mediator
b.   aturan tata tertib diskusi dan negosiasi
c.    pemanfaatan dari kaukus
d.   pemberian waktu untuk berpikir, dsb.
e.   Perumusan aturan tersebut mungkin akan mengundang perdebatan yang panjang, namun bagi mediator yang sudah terbiasa melakukan tugasnya tidak sulit mengatasinya.
b.  Merumuskan masalah dan menyusun agenda yang mencakup substansi permasalahan dengan  meminta para pihak menyampaikan permasalahannya serta opsi-opsi alternative penyelesaian yang ditawarkan, sehingga ditarik benang merah permasalahannya agar proses negosiasi selalu terfokus pada persoalan (isu) tersebut. Disini mediator harus mengkoreksi jika pengertian-pengertian persoalan yang disepakati tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, agar tidak terjadi kesesatan. Selanjutnya mengatur alokasi waktu untuk  jadwal pertemuan berikutnya
c.   Identifikasi kepentingan untuk menentukan pokok masalah sebenarnya, serta relevansi sebagai bahan untuk negosiasi. Pokok masalah harus selalu menjadi fokus proses mediasi selanjutnya. Jika terdapat penyimpangan mediator harus mengingatkan untuk kembali pada fokus permasalahan.
d. Generalisasi opsi-opsi para pihak untuk mendapatkan hubungan antara alternatif dengan permasalahannya sehingga proses mediasi menjadi lebih mudah. Opsi tersebut dapat berupa tuntutan dan alternatif penyelesaian terhadap sengketa dalam suatu proses mediasi.
e. Penentuan opsi yang dipilih berdasarkan daftar opsi yang dibuat oleh masing-masing pihak berdasarkan penghitungan untung rugi yang telah didiskusikan kepada pihak ketiga yang mendampingi untuk kemudian memperoleh putusan mengenai opsi yang diterima kedua belah pihak yang masih harus dibicarakan lebih lanjut karena belum merupakan keputusan akhir.
f.  Negosiasi akhir dimana para pihak melakukan negosiasi final yaitu klarifikasi ketegasan mengenai opsi-opsi yang telah disepakati bagi penyelesaian sengketa agar para pihak tidak ragu-ragu lagi akan pilihannya dan secara sukarela melaksanakannya. Kesepakatan tersebut berisi opsi yang diterima, hak dan kewajiban para pihak.
5.    Kesepakatan
1.  Kesepakatan Berhasil
a.      Dirumuskan dalam bentuk kesepakatan atau agreement/perjanjian
b.      Dengan kesepakatan tersebut secara substansi mediasi telah selesai, sementara tindak lanjut pelaksanaannya menjadi kewenangan pejabat Tata Usaha Negara.
c.       Setiap kegiatan mediasi hendaknya dituangkan dalam Berita Acara Mediasi
d.      Hasil mediasi dilaporkan kepada pejabat yang berwenang untuk ditindak lanjuti sesuai dengan peraturan yang berlaku.
e.      Formalisasi kesepakatan secara tertulis dengan menggunakan format perjanjian
f.        Dalam setiap mediasi perlu dibuat laporan hasil mediasi yang berlangsung
g.      Agar mempunyai kekuatan mengikat berita acara tersebut ditandatangani oleh para pihak dan mediator.
2.  Kesepakatan Tidak Berhasil
Jika pada sesi mediasi yang telah dilakukan tidak mencapai kata sepakat, maka kedua belah pihak mempunyai dan diberikan hak untuk mengajukan permasalahan sengketa tersebut kemuka pengadilan (Zhoul, 2010).

Dalam proses dan tahapan yurisdiksi pengadilan, mediasi telah terintegrasi ke dalamnya melalui PERMA Nomor 1 Tahun 2008 Pasal 2 ayat 3 dan 4 yang menjelaskan kedudukan mediasi sebagai pelaksanaan lebih lanjut dari ketentuan Pasal 130 HIR dan Pasal 154 Rbg. Dengan demikian bila mediasi tidak dilakukan, maka telah terjadi pelanggaran terhadap HIR dan Rbg, yang berakibat pembatalan pemeriksaan maupun putusan perkara yang bersangkutan demi hukum, sehingga mediasi wajib untuk ditempuh sebagai salah satu tahapan dalam proses berperkara di lingkungan peradilan (Rahmadi et.al, 2008:21).
Selanjutnya status hasil mediasi ditinjau  dari perspektif hukum bersifat mengikat dan wajib untuk dilaksanakan oleh kedua pihak yang bersengketa, karena hasil mediasi yang berupa kesepakatan perdamaian harus dituangkan dalam bentuk tertulis setelah dirumuskan oleh para pihak dengan dibantu oleh mediator dan ditandatangani oleh para pihak yang bersengketa dan mediator. Hal yang berkaitan dengan status hasil mediasi ini dijelaskan dalam PERMA Nomor 1 Tahun 2008 Pasal 17 ayat 1 dan 2 (Rahmadi et.al, 2008:44-45).
Dari penjelasan-penjelasan mengenai mediasi tersebut, maka mediasi juga dianggap sebagai penyelesaian perkara atau sengketa secara sosiologis, karena di dalam mediasi tidak ada pihak yang menang dan kalah seperti yang kerap terjadi bila suatu permasalahan diselesaikan melalui ligitasi, melainkan tercapainya suatu kesepakatan yang berimbang bagi kedua pihak setelah melalui serangkaian proses yang sangat mengutamakan interaksi antara pihak yang bersengketa. Sehingga secara sosiologis penyelesaian sengketa melalui mediasi dapat disebut penyelesaian sengketa dari dan oleh masyarakat sendiri, karena masyarakat berperan menyelesaikan sengketa mereka sendiri. Sehingga dengan cara-cara tersebut diharapkan penyelesaian akan lebih memuaskan setiap pihak yang bersengketa.


Daftar Pustaka

Anonim. 2008. Buku Tanya dan Jawab Peraturan Mahkamah Agung Ri No. 01 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan. Mahkamah Agung RI, Japan International Cooperation Agency, dan Indonesian Institute for Conflict Transformation.
Anonim. Mediasi di Pengadilan; Perdamaian Adalah Cara Terbaik Untuk Menyelesaikan Masalah.
Rahmadi, Takdir et.al. 2008. Buku Komentar Peraturan Mahkamah Agung RI No. 01 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan. Mahkamah Agung RI, Japan International Cooperation Agency, dan Indonesian Institute for Conflict Transformation.
Yono, Adi. 2011. Definisi Mediasi. Diunduh dari website http://id.shvoong.com/law-and-politics/law/2242578-definisi-mediasi/ pada 27 Mei 2012.
Zhoul. 2010. Mekanisme Pelaksanaan Mediasi Dalam Penyelesaian Sengketa Badan Pertanahan Nasional. Diunduh dari website http://ryzhoulry.blogspot.com/2010/12/mekanisme-pelaksanaan-mediasi-dalam.html pada 27 Mei 2012.

AGAMA DAN BERAGAMA 2


SEKULERISME DAN ATEISME
Oleh : Ayu Wijayanti
Sekularisme merupakan sebuah ideologi yang pada mulanya berkembang di dunia Barat dan menyebar hampir ke seluruh penjuru Dunia tak terkecuali dunia islam. Paham ini bertujuan memisahkan urusan manusia dengan urusan Tuhan. Karena bila  melacak sejarah bangsa Eropa, sekularisme muncul sebagai akibat dari tindakan gereja yang mengungkung dan menyekat perkembangan ilmu pengetahuan. Pihak gereja Eropa telah menghukum ahli sains seperti Copernicus, Gradano, Galileo dan lainnya yang mengutarakan penemuan saintifik yang berlawanan dengan ajaran gereja yang sebenarnya juga telah banyak mengalami perubahan dari ajaran Kristen sesungguhnya. Kemunculan paham ini juga disebabkan tindakan pihak gereja yang mengadakan upacara agama yang dianggap berlawanan dengan nilai pemikiran dan moral seperti penjualan surat pengampunan dosa, dimana seseorang boleh membeli surat pengampunan dengan nilai  yang tinggi dan mendapat jaminan surga walaupun berbuat kejahatan di dunia (Zakiracut, 2011).
Istilah sekuler berasal dari bahasa latin Saeculum yang memiliki konotasi waktu dan tempat. Waktu menunjukan sekarang sedangkan tempat dinisbahkan kepada dunia. Jadi saeculum berarti zaman ini atau masa kini, dan zaman ini atau masa kini menunjukan peristiwa di dunia ini, dan itu juga berarti peristiwa–peristiwa masa kini. Adapun sekularisasi dalam kamus ilmiah adalah hal usaha yang merampas milik gereja atau penduniawian. Sedangkan Sekularisme adalah sebuah gerakan yang menyeru kepada kehidupan duniawi tanpa campur tangan agama (Zakiracut, 2011).
Jadi bila dilihat dari sejarah munculnya sekulerisme, maka dapat dipahami bahwa terdapat faktor kuat yang membuat sekulerisme timbul dan diterima oleh masyarakat luas, bahkan tidak hanya masyarakat Eropa, namun juga masyarakat belahan dunia lainnya. Faktor tersebut adalah kebebasan yang didapatkan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan seluas-luasnya dan bertindak sesuai pemikiran tersebut  tanpa harus menyertakan dalil-dalil ketuhanan di dalamnya. Hal tersebut juga didasarkan adanya pemahaman bahwa memang demikianlah yang harus dilakukan bila ingin mencapai kemajuan, memisahkan urusan dunia dengan urusan ketuhanan, tanpa memikirkan kembali bahwa paham tersebut lahir dari kondisi masyarakat Kristen Eropa pada abad pertengahan yang pada saat ini bisa jadi sudah mengalami perubahan dalam hal memaknai perkembangan ilmu pengetahuan.
Di Indonesia sendiri paham ini dalam akhir dasawarsa terakhir telah terlihat  pengaruhnya di berbagai aspek kehidupan manusia yang sangat terlihat jelas dalam bidang pendidikan. Meskipun saat ini sudah mulai diberlakukan kurikulum pendidikan karakter, namun sudah terlalu lama pendidikan di Indonesia melepaskan diri dari unsur keagamaan. Meskipun materi pelajaran agama tetap dimasukkan sebagai mata pelajaran wajib, namun dari pengamatan saya komposisinya dibandingkan dengan mata pelajaran lain yang mengajarkan ilmu pengetahuan alam atau ilmu pengetahuan social berbanding 1:4 setiap minggunya. 1 kali untuk pelajaran agama, dan 4 kali untuk pelajaran lainnya.
Ternyata kondisi tersebut memang sudah diatur sedemikian rupa melalui UU Sistem Pendidikan Nasional Republik Indonesia, yaitu  antara lain pada UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 Bab VI tentang jalur, jenjang dan jenis pendidikan bagian kesatu (umum) pasal 15 yang berbunyi: Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, advokasi, keagaman, dan khusus (Naseh, 2012). Dari jenis pendidikan yang disebutkan dalam UU tersebut terlihat jelas bahwa terjadi pembedaan antara pendidikan umum dengan pendidikan lainnya termasuk juga pendidikan keagamaan. Dimana pendidikan keagamaan dikhususkan pada sekolah-sekolah tertentu seperti Madrasah bagi umat muslim dan sekolah keagamaan sejenis bagi selain umat muslim.
Kalaupun pelajaran agama kemudian tetap dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah umum, yang terjadi adalah seperti  yang telah saya sebutkan sebelumnya, terdapat suatu ketidak seimbangan komposisi waktu antara pelajaran agama dengan pelajaran lainnya. Sikap dan perilaku yang berkembang kemudian juga menjadi tidak berlandaskan agama, karena yang diutamakan adalah keberhasilan intelektual peserta didik di sekolah yang dilihat dari pencapaian belajar mereka berupa nilai atau angka-angka. Hal tersebutlah yang kemudian menjadi tolok ukur keberhasilan pendidikan di Indonesia saat ini
Sekulerisme kemudian menyebabkan kurangnya pemahaman masyarakat Indonesia mengenai keagamaan. Hal ini bila dibiarkan terus menerus maka dapat mengarahkan kita pada paham atheisme yang juga sudah lebih dulu berkembang di Eropa dan Negara-negara barat lainnya. Ateisme merupakan prinsip filosofi yang tidak mempercayai keberadaan Tuhan atau Dewa yang dimulai pada abad ke 19 oleh seorang filsuf Jerman bernama Ludwig Feuerbach yang menganggap Tuhan hanyalah produk proyeksi manusia. Prinsip ini juga dianut oleh Sigmund Freud yang juga menganggap Tuhan hanya rekayasa manusia saja untuk ia jadikan tempat bertumpu atas segala keinginannya (Vitrilia, 2010). Sementara pada saat ini, sekitar 2,3% populasi dunia mengaku sebagai ateis, manakala 11,9% mengaku sebagai nonteis. Sekitar 65% orang Jepang mengaku sebagai ateis,agnostik, ataupun orang yang tak beragama; dan sekitar 48%-nya di Rusia. Persentase komunitas tersebut di Uni Eropa berkisar antara 6% di  Italia sampai dengan 85% di Swedia (Wikipedia, 2012).
Di Indonesia sendiri ateisme sudah mengalami perkembangan yang cukup mencolok. Salah satu kasus ateisme yang sempet menggegerkan masyarakat adalah kasus penistaan agama yang dikenakan kepada Alex Aan, seorang warga di Darmasraya, Sumatra Barat. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 18 Januari 2012 lalu, dimana Alex nyaris diamuk massa karena ia telah memproklamirkan dirinya sebagai seorang ateis yang tidak mempercayai keberadaan Tuhan melalui akun salah satu jejaring sosial. Alex mengakui bahwa ia sudah tidak mengakui adanya Tuhan semenjak ia masih kecil. Padahal ia dilahirkan, tumbuh dan berkembang di keluarga muslim. Mengenai kasus ini Ketua Bidang MUI Sumatera Barat, Gusrizal Gazahar menyatakan ada dua kemungkinan penyebab perilaku ateis dalam diri Alex, yaitu karena tidak adanya kematangan dasar ilmu keagamaan dan intervensi dari pihak luar (Zid, 2012).
Mengenai tindakan hukum yang diberlakukan kepada Alex tersebut, Harjo Winoto yang merupakan seorang praktisi hukum (dalam Anonim, 2012) menyayangkan status Negara Indonesia yang tidak menunjukkan ketegasan, apakah merupakan negara sekuler atau Negara berdasarkan agama, yang sudah berlangsung cukup lama tanpa adanya klarifikasi dari pemerintah. Karena ia berasumsi bila Indonesia merupakan negar sekuler, artinya isu agama dan isu pemerintahan adalah dua isu yang terpisahkan, sehingga negara tidak dapat mencampuri urusan kepercayaan atau keagamaan seseorang, karena isu yang kemudian dikembangkan adalah isu kebebasan untuk memilih di antara lima pilihan agama atau tidak memilih sama sekali.
Hal ini kemudian menjadi berbanding terbalik dengan sistem pendidikan di Indonesia, dimana sekulerisme terlihat dengan jelas, sementara dalam sistem hukum masih terlihat suatu ketidak konsistenan pemerintah. Kasus ini juga menunjukkan bahwa atheisme ternyata telah mengalami perkembangan yang cukup pesat di Indonesia. Pembuktian ini dapat terlihat dari keberadaan mereka di situs jejaring sosial dengan berbaai nama akun, seperti Indonesian Atheist Society dengan 665 anggota, Indonesian Society of Humanits dengan anggota 335 orang, atau Indonesian Freethinkers dengan 554 anggota (Romdhon, 2011).
Perkembangan ini pastilah disebabkan oleh banyak faktor, misalnya saja seperti yang diungkapkan oleh seorang professor di Amerika Serikat (dalam Ariyanto, 2010), bahwa atheism dapat terbentuk karena beberapa faktor, seperti : 1). Individu merasa malu akan kepercayaan yang dianutnya; 2). Individu mencoba masuk ke dalam sebuah organisasi/kelompok sosial tertentu; dan 3). Individu mengejar kenyamanan pribadi.
Berkaitan dengan pernyataan tersebut, faktor yang pertama adalah bahwa individu merasa malu akan agama yang dianutnya. Hal ini bisa saja menjadi dasar mengapa semakin banyak masyarakat Indonesia yang menganut prinsip ateis, karena dengan semakin banyaknya tindak kekerasan kolektif yang dilakukan oleh orang-orang yang mengatasnamakan agama, sehingga mereka merasa malu untuk menganut agama yang dikoar-koarkan oleh kelompok tersebut. Meskipun seharusnya tindakan tersebut tidak lantas membuat mereka menjadi seorang atheis, karena dalam hal ini agama tidak bisa dipersalahkan, namun oknum-oknum tersebutlah yang harus dipertanyakan kembali dasar tindakannya.
Faktor yang kedua, yaitu individu mencoba masuk ke dalam sebuah organisasi atau kelompok tertentu. Pilihan akan hal ini merupakan hal yang wajar untuk dilakukan oleh individu apabila ia memang memiliki dasar atau motivasi yang kuat untuk kemudian melepaskan agamanya dan tidak mengakui keberadaan Tuhan dan dilanjutkan dengan mengikuti kegiatan di dalam suatu kelompok atau organisasi tertentu. Apalagi pada dasarnya manusia adalah individu yang tidak pernah puas dan selalu ingin tahu, sehingga bisa jadi ini adalah salah satu bentuk keingintahuannya terhadap hal yang selama ini tidak pernah terpikir olehnya.
Faktor yang ketiga, individu mengejar kenyamanan pribadi. Maknanya bisa jadi individu memilih tidak memeluk suatu agama dan tidak mengakui keberadaan Tuhan sehingga ia bebas berbuat sesuai keinginannya tanpa harus dihantui perasaan bersalah karena telah melanggar aturan yang terdapat dalam sebuah agama yang sebelumnya dianut.
Dengan demikian, jelaslah bahwa sekulerisme merupakan gerbang utama menuju perilaku atheisme, dan perilaku tersebut akan semakin berkembang dan menjadi-jadi dengan adanya faktor-faktor seperti yang telah disebutkan sebelumnya, seperti halnya yang sedang berkembang di dunia dan di Indonesia saat ini.
Anonim. 2012. KBR68H : Fenomena Tidak Beragama di Indonesia. Diunduh dari website http://mediakeberagaman.com pada 30 Mei 2012.
Ariyanto, Nova Jono. 2010. Sekilas Tentang Atheism. Diunduh dari website http://ruangpsikologi.com pada 30 Maret 2012.
Naseh. 2012. Pendidikan di Indonesia, Masalah dan Solusinya. Diunduh dari website http://naseh.blog.fisip-untirta.ac.id pada 28 Mei 2012.
Romdhon, Ismail Fajar. 2011. Eksistensi Ateisme di Indonesia (Teori Evolusi dan Atheisme Bagian 5). Diunduh dari website http://filsafatus.blogspot.com pada 30 Mei 2012.
Vitrilia, Shona. 2010. Penyebab Sigmund Freud Ateis. Diunduh dari website http://shonave.multiply.com pada 30 Maret 2012.
Wikipedia. 2012. Ateisme. Diunduh dari website www.wikipedia.com pada 30 Mei 2012.
Zakiracut. 2011. Sekularisme Dalam Catatan Sejarah. Diunduh dari website http://zakiracut.wordpress.com pada 30 Maret 2012.
Zid. 2012. Gara-gara Mengaku Atheis Minang di Facebook, Alexander Dihakimi Massa. Diunduh dari website http://pekanbaru.tribunnews.com pada 30 Maret 2012.

AGAMA DAN BERAGAMA 1



POKOK-POKOK AJARAN DAN SEKTE-SEKTE AGAMA BESAR DUNIA
Oleh : Ayu Wijayanti
Menurut Durkheim (dalam Daniarsa, 2011), agama adalah suatu sistem kepercayaan dan praktek yang telah dipersatukan yang berkaitan dengan hal-hal yang kudus mengenai kepercayaan-kepercayaan dan praktek-praktek yang kemudian bersatu menjadi komunitas moral yang tunggal. Dari definisi tersebut, terdapat dua unsur penting sebagai syarat sesuatu itu disebut sebagai agama, yaitu sifat kudus dari agama dan praktek ritual dari agama. Sementara Mc Guire (dalam  Soehadha, 2010) berpendapat bahwa memahami agama  melalui perspektif sosiologi pada dasarnya merupakan sebuah cara atau jalan untuk memandang agama dengan memberi fokus perhatian pada aspek kemanusian (khususnya aspek sosial) dalam sistem keyakinan dan praktek keagamaan.
Jadi bila diperhatikan dari dua definisi tersebut, sistem keyakinan dan ritual keagamaan dapat dipahami sebagai bagian dari pokok-pokok dalam ajaran agama yang termaktub dalam kitab suci suatu agama yang merupakan salah satu syarat terbentuknya agama selain adanya Tuhan yang diyakini. Hal ini berlaku untuk agama wahyu dan agama buatan, dimana agama wahyu merupakan agama yang diturunkan dari Tuhan melalui seorang nabi untuk memperbaiki kehidupan manusia pada suatu masa, sementara agama buatan adalah agama yang terbentuk dari kebiasaan atau kepercayaan nenek moyang yang juga dimaksudkan untuk mengorganisir masyarakat pada kurun waktu tertentu (Samad, 1990: 13-14).
Di seluruh belahan dunia sampai dengan saat ini terdapat beberapa agama yang dianut oleh seluruh warga dunia. Namun bila dilihat dari jumlah penganut agama, terdapat delapan agama yang cukup besar jumlah penganutnya, yang terdiri dari agama wahyu dan agama buatan. Yaitu 1). Kristen dengan penganut yang berjumlah 2,1 miliar di seluruh dunia; 2). Islam dengan jumlah penganut 1,7 miliar di seluruh dunia; 3). Hindu dengan jumlah penganut 800 juta jiwa di seluruh dunia; 4). Buddha dengan penganutnya yang berjumlah 600 juta jiwa di seluruh dunia; 5). Kong Hu Cu dengan 150 juta jiwa penganut di seluruh dunia; 6). Shik yang memiliki sekitar 25 juta jiwa pengikut di seluruh dunia; 7). Yahudi dengan pengikut sebanyak 15 juta jiwa; dan 8). Zoroaster dengan jumlah pengikut sekitar 4 juta jiwa (Zilzaal, 2012).
Data tersebut merupakan hasil penelitian yang dilakukan oleh lembaga riset Pew Forum on Religion and Public Life, seperti yang dilansir stasiun berita CNN pada tahun 2011. Menurut hasil penelitian mereka juga, terdapat peningkatan yang signifikan dalam jumlah penganut agama Islam di seluruh dunia yang disebabkan tingginya angka kelahiran dan angka kehidupan di negara-negara mayoritas muslim. Angka umat yang pindah agama hanyalah faktor kecil penyebab meningkatnya jumlah pemeluk agama Islam di dunia (Kawilarang, 2011). Namun demikian, ada juga temuan lain yang menyatakan penyebab meningkatnya jumlah pemeluk agama Islam di dunia, terutama di kawasan Amerika dan Eropa, yaitu adanya ketertarikan secara alamiah dan rasa ingin tahu yang mendalam mengenai agama Islam setelah peristiwa 11 September 2001. Hal ini seperti yang diungkapkan Mohammad Kudaimi (dalam Republika, 2010), anggota Nawawi Foundation, yang menyatakan dalam lima tahun terakhir, agama Islam menjadi sangat pesat perkembangannya karena setiap harinya selalu ada warga Amerika yang menjadi mualaf, demikian pula di Eropa dan Belgia.
Melihat dari pernyataan yang menyatakan bahwa peningkatan pemeluk agama Islam juga disebabkan oleh adanya keinginan dari individu itu sendiri untuk berpindah agama, bisa jadi karena memang pokok ajaran agama Islam sesungguhnya dianggap lebih mampu menata kehidupan mereka menjadi lebih baik.  Karena Islam sendiri memiliki arti kata damai dan penyerahan diri kepada kehendak Ilahi, yang maknanya menunjukkan tujuan dari agama yang benar, begitu pula cara mencapai tujuan tersebut, yaitu perdamaian ( Samad, 1990:197).
Tujuan dan pencapaian tujuan akan terwujud saat umat muslim telah menjalankan dengan benar pokok-pokok ajaran agama Islam yaitu rukun Islam, rukun iman, dan ihsan yang kesemuanya terangkum di dalam individub suci Al-Qur’an. Rukun Islam terdiri dari 5 hal yang wajib dilakukan, yaitu :
1.     Bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah dengan mengucapkan dua kalimat syahadat yang bermakna individu hanya meyakini Allah untuk dipatuhi perintah dan larangannya. Hal ini menjadi penting karena Allah bukan hanya sekadar pencipta manusia dan alam semesta, namun Ia juga yang mengatur kehidupan manusia dan alam semesta. Meyakini Muhammad juga kemudian menjadi penting karena Muhammad adalah sosok yang patut diteladani dengan semua kebijaksanaan dan keteguhannya dalam mempertahankan dan menjalani apa yang bersumber dari Allah.
2.     Shalat 5 waktu, karena shalat merupakan sebuah kondisi dimana individu dapat melakukan kontak secara khusus kepada Allah untuk mengucap syukur atau memohon ampunan atas semua kesalahan sebagai penyeimbang semua aktivitas individu di dunia. Namun pada saat ini banyak yang kemudian menjadikan sholat hanya sekadar ritual yang menunjukkan simbol keagamaannya, atau bahkan meninggalkan kewajiban sholat sama sekali karena tidak mendapatkan apa yang sebenarnya ingin dicapai melalui aktivitas tersebut seperti ketenangan atau kedamaian. Hal ini kemungkinan besar terjadi karena banyaknya faktor-faktor lain yang berkenaan dengan hal duniawi yang terjadi di sekitar individu.
3.     Puasa di Bulan Ramadhan. Yaitu menahan diri dari segala hawa nafsu dan emosi yang apabila dijalankan dengan tepat, sesuai dengan anjuran yang terdapat di dalam Al-Qur’an maka hasil akhirnya adalah kemampuan individu untuk mengendalikan diri yang kemudian dapat menciptakan ketenangan dan kedamaian dalam menjalani setiap aspek kehidupannya.
4.     Membayar zakat kepada orang yang tidak mampu. Inti dari ajaran ini adalah bagaimana individu dapat berbagi dan mengembangkan jiwa sosialnya terhadap orang-orang yang hidupnya tidak lebih baik dari individu tersebut.
5.     Berhaji ke Mekkah jika mampu. Mampu disini bukan hanya mampu secara finansial, namun juga mampu secara lahir dan batin, karena haji adalah pencapaian tertinggi bagi umat muslim yang bisa membuat mereka menjadi individu yang lebih baik dalam kehidupannya (Nizami, 2008).

Pokok ajaran selanjutnya adalah rukun iman yang terdiri dari enam hal yang harus diimani atau diyakini oleh individu dalam menjalani kehidupan sebagai seorang muslim sehingga tercapailah tujuan perdamaian yang sesuai dengan agama Islam, yaitu :
1.     Iman kepada Allah, yang maknanya adalah bila individu tidak meyakini adanya Allah sebagai yang menciptakan dan mengatur kehidupan individu, maka akan sulit pula individu menjalankan semua perintah dan larangannya yang dimaksudkan untuk mengatur kehidupan individu agar menjadi lebih tertata dan tertib, sehingga akan semakin sulit bagi individu tersebut untuk menemukan kedamaian dalam kehidupannya karena tidak adanya keteraturan dalam kehidupan yang dijalani.
2.     Iman kepada Malaikat-malaikat Allah. Meskipun malaikat tergolong makhluk gaib yang wujudnya kasat mata, namun keberadaannya harus tetap diyakini karena di dalam Al-Qur’an pun dijelaskan bahwa malaikat merupakan salah satu makhluk Allah yang patut menjadi teladan karena kesetiaannya kepada Allah dan ketaatannya dalam menjalankan tugas yang diberikan oleh Allah.
3.     Beriman kepada kitab-kitabNya. Allah telah menurunkan empat kitab suci kepada para nabi unutk disebarkan ajarannya kepada seluruh umat muslim di masa mereka menyiarkan agama Islam untuk dijadikan pedoman dalam berpikir, bersikap, dan berperilaku. Kitab-kitab tersebut juga mengatur bagaimana seharusnya hubungan individu dengan individu dan individu dengan Allah dijalankan agar mendapatkan kebaikan dalam kehidupannya.
4.     Beriman kepada Rasul-rasul (Utusan) Allah yang merupakan pembawa ajaran agama Tuhan yang sangat taat akan perintah dan larangan dari Allah dan memiliki loyalitas yang sangat tinggi terhadap ajaran agama yang diturunkan Allah, sehingga mereka kemudian menjadi patut untuk dijadikan suri tauladan bagi setiap individu.
5.     Beriman kepada hari akhir sehingga keyakinan ini nantinya dapat membuat individu menjadi lebih bijak dalam menjalani kehidupan di dunia dan berusaha menyeimbangkannya dengan melakukan kabaikan-kebaikan selagi mereka masih diberikan kesempatan untuk menikmati kehidupan.
6.     Percaya kepada takdir baik atau pun yang buruk yang dimaksudkan agar individu tidak lantas menjadi frustasi saat mengalami kegagalan, karena hal-hal buruk dalam kehidupan pun akan bermanfaat bagi individu tersebut (Nizami, 2008).

Pokok ajaran yang ketiga yaitu ihsan, yaitu keyakinan bahwa semua yang kita lakukan adalah untuk Allah dan Allah selalu dapat melihat kita dimanapun kita berada, sehingga individu yang memiliki ihsan ini akan selalu berupaya melakukan kebaikan bagi dirinya sendiri juga bagi orang lain (Nizami, 2008). Bila pokok-pokok ajaran agama Islam ini diterapkan sesuai dengan koridor yang telah berlaku, maka bisa dipastikan akan tercipta suatu kedamaian dan keharmonisan dalam lingkungan social masyarakat kita, terutama lingkungan yang masyarakatnya mayoritas beragama Islam. Namun pada kenyataannya, kondisi yang kondusif seperti demikian belum banyak terjadi di Negara atau di lingkungan yang masyarakatnya mayoritas adalah muslim.
Kondisi demikian dapat terjadi karena seperti agama-agama besar dunia lainnya, di dalam Islam pun terdapat mazhab-mazhab atau sekte-sekte yang pada saat sekarang ini malah saling menjatuhkan dan bersikap arogan dengan menyerukan bahwa mazhab merekalah yang paling benar dan harus menjadi yang utama di dalam lingkungan masyarakat. Dimana dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia sendiri, kata mazhab diartikan sebagai sekte atau kelompok atau golongan orang yang mempunyai kepercayaan atau pandangan agama yang berbeda dari pandangan agama yang lebih lazim diterima oleh para penganut agama tersebut (Shihab, 2012). Di dalam Konsep sosiologi, sekte dan aliran (gerakan) kepercayaan biasanya mengacu pada kelompok religius, kecil maupun besar, dari bentuk organisasi yang sederhana maupun yang rumit, yang oleh anggota dan bukan anggotanya dianggap sebuah penyimpangan dalam hubungannya dalam konteks doktrin dan budaya yang lebih luas. Penyimpangan tersebut memiliki konotasi negatif bagi non-pengikut, namun berkonotasi positif bagi para pengikutnya. Sehingga penyimpangan ini merupakan ciri khas  yang tetap dipertahankan oleh masing-masing pengikut suatu ajaran (Lubis, 2012).
Mengenai keberadaan mazhab atau sekte  di dalam agama Islam, dijelaskan melalui hadits yang menyatakan bahwa umat Nabi Muhammad saw. akan berkelompok-kelompok menjadi 73 kelompok. Namun Syaikh ‘Muhammad ‘Abduh (dalam Shihab, 2012) menyatakan bahwa memang benar umat Nabi Muhammad terbagi menjadi 73 golongan dan hanya golongan al-Jama’ah  atau sahabat-sahabat Nabi yang selamat. Tapi, keberadaan golongan al-Jama’ah itu sendiri tidak dapat dipastikan keberadaannya,  karena bisa jadi golongan tersebut belum ada hingga kini,  sudah pernah ada dan telah punah sehingga yang ada sekarang tidak selamat lagi, atau semua yang ada sekarang akan selamat karena semuanya berusaha mengikuti ajaran Nabi dan  sahabat-sahabat Beliau dan mereka masih mempercayai Allah.
Sejarah munculnya sekte dalam Islam sebenarnya dimulai setelah terbunuhnya Utsman Ibn Affan yang menyebabkan guncangan hebat dalam pemerintahan masa itu, sehingga Ali Ibn Abi Thalib kemudian diangkat sebagai khalifah. Namun Muawiyah Ibn Abi Sufyan dan pendukungnya menolak pengangkatan tersebut sebelum pembunuh Utsman dihabisi hingga akhirnya ketegangan semakin menjadi dan menciptakan tiga sekte besar Islam yaitu, Syiah, Sunni, dan Khawarij. Jadi awalnya ketiga sekte ini terbentuk karena adaya konflik politik sebagai akibat dari perbedaan ideology yang pada awalnya sama. Seiring berjalannya waktu, ketiga sekte tersebut melahirkan sekte-sekte lainnya yang tidak jelas siapa dan apa ideologi penganutnya (Muhith, 2009).
Di Indonesia sendiri, cukup banyak sekte yang berkembang. Namun beberapa dasawarsa terakhir, ada sekte yang perkembangannya cukup meresahkan, yaitu sekte wahabi yang mengaku sebagai pengikut Muhammad bin Abdul Wahab (1701-1793 M) dengan maksud untuk membersihkan kalangan syirik dengan menggunakan praktik kekerasan. Sebagian kalangan juga melihat bahwa kemuncullannya saat itu mendapat dukungan penuh oleh pemerintah kolonial Inggris untuk memecah belah umat Islam. Sekte ini mulai masuk ke Indonesia pada abad 19 melalui pelajar Islam di Saudi atau jemaah haji. Beberapa organisasi Islam yang terpengaruh salafi-wahabi adalah FUUI, MIUMI, FPI, MMI, JAT, Salafi, dan HTI.  Tindakan yang mereka lakukan seperti yang pernah menimpa Irshad Manji, penulis buku Allah, Liberty and Love  yang diserang dan dibubarkan diskusi bukunya di kantor Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LKIS) Yogyakarta. Penyerangan dilakukan sekelompok orang berpenutup muka yang dengan beringas membubarkan acara diskusi yang dihadiri 150 orang peserta tersebut. Padahal ia mengatakan bahwa empat tahun yang lalu ketika ia ke Indonesia, Ia merasakan sebuah negara yang penuh dengan toleransi, keterbukaan dan pluralism, sehingga disebutkan di dalam bukunya bahwa Indonesia adalah contoh yang patut ditiru negara-negara muslim lainnya (Katrokelana, 2012).
Sungguh disayangkan mereka kemudian mengatasnamakan agama dan kemudian menggunakan kekerasan untuk memerangi hal-hal yang mereka anggap tidak sejalan dengan mereka, karena tindakan seperti demikian tentu saja pada akhirnya bukan hanya mengukuhkan organisasi mereka sebagai organisasi yang radikal, namun juga membuat citra Negara Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam menjadi semakin buruk di mata dunia, dan juga dapat merusak citra umat muslim lainnya yang sebenarnya tidak termasuk ke dalam golongan itu.







Referensi :
Daniarsa, Benny. 2011. Agama dan Masyarakat. Diunduh dari website http://bennydaniarsa.blog.fisip.uns.ac.id pada 30 Maret 2012
Katrokelana. 2012. Indonesia Berubah (Makin Radikal). Diunduh dari sosbud.kompasiana.com pada 30 Mei 2012.

Kawilarang, Renne R. A dan Denny Armandhanu. 2011. Riset: Muslim di Israel Bertambah 23,2 Persen. Diunduh dari website http://dunia.vivanews.com pada 14 Maret 2012.

Lubis, Ibrahim. 2012. Sekte-sekte Dalam Islam. Diunduh dari website http://makalahmajannaii.blogspot.com pada 16 Maret 2012.

Muhith, Nur Faizin. 2009. Review Hadist Sekte Islam. Diunduh dari website http://kmm.uny.web.id pada 14 Maret 2012.

Nizami, A. 2008. Pokok Ajaran Islam Ada 3, Yaitu : Iman, Islam, dan Ihsan. Diunduh dari website http://syiarislam.wordpress.com pada 14 Maret 2012.

Republika Online. 2010. Islam Berkembang Begitu Pesatnya di Eropa dan Amerika. Diunduh dari website www.republika.co.id pada 14 Maret 2012.

Samad, Ulfat Azis Us. 1990. Agama-agama Besar Dunia. Diunduh dari website http://aaiil.org/indonesia pada 14 Maret 2012
Shihab, M. Quraish. 2012. Benarkah Ada Sekte Dalam Islam? Diunduh dari website http://alifmagz.com pada 30 Maret 2012.
Soehadha, Mohammad. 2010. Menemukan Kekhasan Kajian Sosial Keagamaan di Program Studi Sosiologi Agama UIN Sunan Kalijaga. Diunduh dari website http://ushuluddin.uin-suka.ac.id pada 30 Maret 2012.
Zilzaal. 2012. Terbukti Delapan Agama Terbesar di  Dunia Menyembah Allah Yang Maha Esa. Diunduh dari website http://zilzaal.blogspot.com pada 14 Maret 2012