kita pasti memiliki banyak cerita, banyak kisah, banyak pengetahuan, banyak pengalaman, yang akan terus bertambah setiap harinya.
tapi tidak semua harus kita ceritakan, bahkan novel atau cerita fiksi sekalipun memiliki sisi yang tidak diungkap oleh penulisnya. apalagi cerita kehidupan kita.
Minggu, 30 Desember 2012
Baiti Jannati Residence
sudah satu setengah tahun aku jadi penghuni Baiti Jannati Residence selama di Padang. lokasinya dekat dengan kampus, cukup nyaman dan fasilitasnya cukup memadai. terutama fasilitas wi-fi nya yang bikin aku betah ngendon di kamar seharian.
di sini satu kamar disediakan untuk 2 orang. aku sudah 2 kali berganti teman kamar, yang pertama Cya, dan yang kedua Dian. mereka sama-sama berasal dari Bukittinggi.
mahasiswa s2 di sini ada 4 orang, selebihnya mahasiswa s1, mahasiswa d3, ada juga dosen.
aku di lantai 1 kamar 6. desain rumahnya memungkinkan buat keberadaan lantai dasar, lantai 1 setengah, lantai 2, lantai 2 setengah, dan lantai 3.
aku lebih banyak berinteraksi dengan anak-anak di lantai dua, karena kebetulan di sana ada tiga orang mahasiswa s2 lainnya, ruang tv yang lebih nyaman, dan penghuni yang lebih gila :D
sekarang, mahasiswa s2 yang 2 orang, angkatan setahun di atasku sedang menuju akhir perjalanan sebagai mahasiswa. sempat kepikiran juga, kalau mereka nggak ada, nanti aku gimana. tapi aku yakin kok aku bisa berinteraksi dengan anak-anak yang lain :)
kalau mikirin perpisahan yang pasti bakal terjadi dengan mereka-mereka nantinya, aku sedih aja. soalnya mereka udah kayak saudara sendiri yang udah gak kenal malu satu sama lain. yang udah saling merhatiin dengan tulus satu sama lain, kadang juga sebel-sebelan, kesel-keselan. tapi aku tetap sayang mereka. beneran loh, aku sayang mereka.
di sini satu kamar disediakan untuk 2 orang. aku sudah 2 kali berganti teman kamar, yang pertama Cya, dan yang kedua Dian. mereka sama-sama berasal dari Bukittinggi.
mahasiswa s2 di sini ada 4 orang, selebihnya mahasiswa s1, mahasiswa d3, ada juga dosen.
aku di lantai 1 kamar 6. desain rumahnya memungkinkan buat keberadaan lantai dasar, lantai 1 setengah, lantai 2, lantai 2 setengah, dan lantai 3.
aku lebih banyak berinteraksi dengan anak-anak di lantai dua, karena kebetulan di sana ada tiga orang mahasiswa s2 lainnya, ruang tv yang lebih nyaman, dan penghuni yang lebih gila :D
sekarang, mahasiswa s2 yang 2 orang, angkatan setahun di atasku sedang menuju akhir perjalanan sebagai mahasiswa. sempat kepikiran juga, kalau mereka nggak ada, nanti aku gimana. tapi aku yakin kok aku bisa berinteraksi dengan anak-anak yang lain :)
kalau mikirin perpisahan yang pasti bakal terjadi dengan mereka-mereka nantinya, aku sedih aja. soalnya mereka udah kayak saudara sendiri yang udah gak kenal malu satu sama lain. yang udah saling merhatiin dengan tulus satu sama lain, kadang juga sebel-sebelan, kesel-keselan. tapi aku tetap sayang mereka. beneran loh, aku sayang mereka.
Tahap I
Tanggal 27 desember kemaren, aku ngecek email, dan dapat pemberitahuan kalau aku lulus tahap I rekrutmen Pengajar Muda angkatan VI. Alhamdulillah :) Apalagi pas dilihat yg lulus cuma 263 orang dari 7.052 pendaftar.
selang beberapa hari, aku dapat email lagi, jadwal untuk Direct assessment, aku kebagian tanggal 18 Januari kelompok II regional Jogjakarta. tapi lokasi tesnya belum ditentuin.
pengen berangkat, dan pastinya harus mempersiapkan diri dari sekarang. semoga restu kedua orang tua dan keluarga memudahkan jalanku nanti, aamiin :)
selang beberapa hari, aku dapat email lagi, jadwal untuk Direct assessment, aku kebagian tanggal 18 Januari kelompok II regional Jogjakarta. tapi lokasi tesnya belum ditentuin.
pengen berangkat, dan pastinya harus mempersiapkan diri dari sekarang. semoga restu kedua orang tua dan keluarga memudahkan jalanku nanti, aamiin :)
Rabu, 12 Desember 2012
masalah dan tujuan
sampai dengan hari ini, saya masih berusaha menemukan permasalahan yang bisa saya jadikan tema tesis saya.
masalah sosial ada banyak, tapi hanya beberapa yang bisa jadi masalah penelitian.
itu kata dosen saya sewaktu pelatihan penulisan tesis hampir 2 mingu yang lalu.
dapatkan permasalahan itu dari melihat permasalahan di balik sesuatu yang terlihat wajar, membandingkan apa yang seharusnya terjadi dengan kenyataan yang terjadi, atau melalui pendekatan teori-teori sosial.
dan saya bukannya tidak memiliki rencana permasalahan, tapi beberapa kali permasalahanyang saya ungkapkan sepertinya tidak menarik dan tidak up to date.
jadilah saya hingga hari ini masih terombang-ambing oleh ketidak pastian.
tujuan permasalahan sendiri belum dapat saya fix-kan karena dari permasalahan-permasalahan yang saya ungkapkan tadi sudah bisa dijawab dengan common sense, sehingga tidak perlu penelitian untuk mencapai tujuan penelitian yang merupakan jawaban rumusan permasalahan.
*jadi gimana kalau korelasi social media dengan insomnia?
masalah sosial ada banyak, tapi hanya beberapa yang bisa jadi masalah penelitian.
itu kata dosen saya sewaktu pelatihan penulisan tesis hampir 2 mingu yang lalu.
dapatkan permasalahan itu dari melihat permasalahan di balik sesuatu yang terlihat wajar, membandingkan apa yang seharusnya terjadi dengan kenyataan yang terjadi, atau melalui pendekatan teori-teori sosial.
dan saya bukannya tidak memiliki rencana permasalahan, tapi beberapa kali permasalahanyang saya ungkapkan sepertinya tidak menarik dan tidak up to date.
jadilah saya hingga hari ini masih terombang-ambing oleh ketidak pastian.
tujuan permasalahan sendiri belum dapat saya fix-kan karena dari permasalahan-permasalahan yang saya ungkapkan tadi sudah bisa dijawab dengan common sense, sehingga tidak perlu penelitian untuk mencapai tujuan penelitian yang merupakan jawaban rumusan permasalahan.
*jadi gimana kalau korelasi social media dengan insomnia?
12.12.12
di baris terakhir postingan sebelumnya, saya baru sadar kalau sekarang tanggal 12 bulan Desember tahun 2012.
12.12.12
saya masih ingat isu-isu yang berkembang pada awal tahun kemarin mengenai hari akhir yang oleh suku inca diprediksi terjadi pada tanggal ini. tapi sepandai-pandainya peradaban manusia, Tuhanlah yang lebih berkuasa.
seperti yang terjadi pada kombinasi angka kembar di tahun-tahun sebelumnya, banyak teman saya yang memutuskan menciptakan suatu moment di hidupnya pada tanggal sekarang.
ada yang memutuskan melakukan akad nikah setelah lima tahun menikah.
ada juga yang memutuskan melahirkan anak pertamanya.
alasannya karena tanggalnya cantik, gampang diingat.
ini mungkin bertentangan dengan masyarakat jawa yang masih menggunakan perhitungan hari pasaran untuk menentukan tanggal baik, dan tidak hanya didasarkan pada kecantikan suatu tanggal.
dan hal ini juga menggelitik pemikiran saya yang sesungguhnya tidak terlalu peduli dengan angka -kecuali angka di uang-, karena menurut saya suatu moment itu tidak hanya spesial di saat ia terjadi di tanggal dengan kombinasi angka yang cantik, tapi moment itu menjadi spesial saat kita bisa mencipatakannya bersama orang yang spesial seperti keluarga, sahabat, atau kekasih.
yah itu menurut saya saja kok, kalau nggak setuju juga no problemo.
selamat ber-12 ria :D
12.12.12
saya masih ingat isu-isu yang berkembang pada awal tahun kemarin mengenai hari akhir yang oleh suku inca diprediksi terjadi pada tanggal ini. tapi sepandai-pandainya peradaban manusia, Tuhanlah yang lebih berkuasa.
seperti yang terjadi pada kombinasi angka kembar di tahun-tahun sebelumnya, banyak teman saya yang memutuskan menciptakan suatu moment di hidupnya pada tanggal sekarang.
ada yang memutuskan melakukan akad nikah setelah lima tahun menikah.
ada juga yang memutuskan melahirkan anak pertamanya.
alasannya karena tanggalnya cantik, gampang diingat.
ini mungkin bertentangan dengan masyarakat jawa yang masih menggunakan perhitungan hari pasaran untuk menentukan tanggal baik, dan tidak hanya didasarkan pada kecantikan suatu tanggal.
dan hal ini juga menggelitik pemikiran saya yang sesungguhnya tidak terlalu peduli dengan angka -kecuali angka di uang-, karena menurut saya suatu moment itu tidak hanya spesial di saat ia terjadi di tanggal dengan kombinasi angka yang cantik, tapi moment itu menjadi spesial saat kita bisa mencipatakannya bersama orang yang spesial seperti keluarga, sahabat, atau kekasih.
yah itu menurut saya saja kok, kalau nggak setuju juga no problemo.
selamat ber-12 ria :D
lupa, melupakan, terlupakan, dilupakan
sudah banyak pastinya yang aku alami setelah postingan terakhir bulan september lalu.
sudah tiga bulan tidak pulang dan bertemu keluarga dan pacar di kampung halaman.
sudah belasan undangan pernikahan teman yang saya dapat.
sudah 11 bulan bersama pacar.
sudah semester 3 di pascasarjana.
sudah berkilo gram berat badan bertambah.
dan entah sudah berapa kisah yang aku lupa, sengaja aku lupakan, tanpa sengaja terlupa, ataumalah aku yang dilupakan.
aku merasa beberapa bulan ini tidak banyak hal yang menarik, atau aku hanya lupa.
jadi aku memilih untuk tidak menulis apa-apa, padahal ini membuatku semakin cepat melupakan.
ya beginilah kalau hanya mengandalkan kemampuan otak yang jarang diasah, banyak yang terlupa.
tapi aku siap dengan konsekuensi dilupakan.
sudah tiga bulan tidak pulang dan bertemu keluarga dan pacar di kampung halaman.
sudah belasan undangan pernikahan teman yang saya dapat.
sudah 11 bulan bersama pacar.
sudah semester 3 di pascasarjana.
sudah berkilo gram berat badan bertambah.
dan entah sudah berapa kisah yang aku lupa, sengaja aku lupakan, tanpa sengaja terlupa, ataumalah aku yang dilupakan.
aku merasa beberapa bulan ini tidak banyak hal yang menarik, atau aku hanya lupa.
jadi aku memilih untuk tidak menulis apa-apa, padahal ini membuatku semakin cepat melupakan.
ya beginilah kalau hanya mengandalkan kemampuan otak yang jarang diasah, banyak yang terlupa.
tapi aku siap dengan konsekuensi dilupakan.
Rabu, 26 September 2012
Sabtu, 16 Juni 2012
MEDIASI DI PENGADILAN
Secara etimologi, mediasi berasal dari bahasa
latin mediare yang artinya ditengah,
yang dapat dimaknai aktivitas seseorang (mediator) dalam menengahi pertentangan
yang terjadi di antara dua pihak tanpa memihak kepada salah satu di antara
mereka (Yono, 2011). Selanjutnya dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, mediasi
diartikan sebagai proses pengikutsertaan pihak ketiga dalam penyelesaian suatu
perselisihan sebagai penasihat. Berangkat dari definisi tersebut, Syahrizal
Abbas (dalam Yono, 2011) menjelaskan
bahwa terdapat tiga unsur penting di dalam definisi mediasi tersebut, yaitu 1).
Proses penyelesaian perselisihan atau sengketa yang terjadi antara dua pihak
atau lebih; 2). Pihak yang terlibat dalam penyelesaian sengketa adalah
pihak-pihak yang berasal dari luar pihak yang bersengketa; dan 3). Pihak yang
terlibat dalam penyelesaian sengketa tersebut bertindak sebagai penasihat dan
tidak memiliki kewenangan apapun dalam pengambilan keputusan.
Sementara itu bila ditilik dari
terminologinya, mediasi merupakan sebuah forum dimana mediator melakukan
interaksi dan pembicaraan dengn para pihak yang bersengketa (Anonim: 1).
Valerine JL Kriekhoff sebagaimana disampaikan oleh Zainuddin Fajari (dalam Yono, 2011) mengungkapkan bahwa
mediasi adalah salah satu bentuk interaksi antara dua individu atau kelompok
dengan melibatkan pihak ketiga dengan tujuan membantu tercapainya penyelesaian
yang bersifat kompromistik atau salah satu cara menyelesaikan masalah di luar
peradilan. Sedangkan dalam Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1
tahun 2008 pasal 1 ayat 6 dan 7 menyebutkan mediasi sebagai cara penyelesaian sengketa melalui proses
perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dibantu oleh seorng atau
lebih mediator, dimana mediator merupakan pihak netral yang membantu para pihak
dalam mencari kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus
atau memaksakan sebuah penyelesaian (Anonim, 2008:2).
Jadi mediasi dalam praktek pengadilan memiliki
beberapa tujuan, yaitu sebagai berikut :
1.
Mengatasi
penumpukan berkas perkara di pengadilan, karena jika para pihak dapat
menyelesaikan sendiri sengketa tanpa harus diadili oleh hakim, jumlah perkara
yang harus diperiksa oleh hakim akan berkurang pula, sehingga tidak terjadi
penumpukan berkas perkara di dalam pengadilan.
2.
Menyelesaikan
sengketa dengan lebih cepat dan murah dibandingkan dengan proses ligitasi,
karena dalam banyak literatur juga disebutkan bahwa penggunaan mediasi atau
bentuk-bentuk penyelesaian yang termasuk ke dalam pengertian alternative dispute resolution (ADR)
merupakan proses penyelesaian sengketa yang lebih cepat dan murah dibandingkan
proses ligitasi.
3.
Memperluas
akses bagi para pihak untuk memperoleh rasa keadilan, karena adanya anggapan Mahkamah
Agung bahwa penyelesaian yang lebih baik dan memuaskan adalah proses
penyelesaian yang memberikan peluang bagi para pihak untuk bersama-sama mencari
dan menemukan hasil akhir.
4.
Memperkuat
dan memaksimalkan fungsi lembaga pengadilan dalam penyelesaian sengketa, karena
PERMA tentang mediasi diharapkan dapat mendorong perubahan cara pandang para
pelaku dalam proses peradilan perdata, yaitu hakim dan advokat, bahwa lembaga
pengadilan tidak hanya memutus, tetapi juga mendamaikan (Rahmadi et.al, 2008:7-8).
Mediasi memiliki prosedur dan mekanisme yang sudah tertulis dalam PERMA
Nomor 1 Tahun 2008 Pasal 1 ayat 9, yaitu prosedur mediasi adalah tahapan proses
mediasi sebagaimana diatur dalam peraturan ini. Makna dari ayat tersebut adalah
prosedur yang diatur dalam peraturan ini terdiri dari pra mediasi dan tahapan
proses mediasi. Pada tahap pra mediasi, antara lain mengatur kewajiban hakim,
hak para pihak memilih mediator, batas waktu pemilihan mediator, prinsip itikad
baik. Selanjutnya tahapan mediasi meliputi penyusunan resume, lama waktu proses
mediasi, kewenangan mediator, tugas-tugas mediator, keterlibatan ahli, mencapai
kesepakatan dan tidak mencapai kesepakatan, dan akibat-akibat dari kegagalan
mediasi (Rahmadi et.al, 2008: 18).
Pelaksanaan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
1.
Pengaduan
dari pihak yang bersengketa kepada lembaga peradilan.
2.
Menelaah
permasalahan untuk mengetahui pokok permasalahan, apakah masalah tersebut dapat
diselesaikan melalui mediasi atau tidak,pembentukan tim penanganan sengketa
yang dalam hal ini bukan merupakan suatu keharusan, dan penyiapan bahan agar
mediator sudah menguasai substansi masalah, serta menentukan waktu dan tempat
mediasi.
3.
Pemanggilan
para pihak yang berkaitan dengan permasalahan.
4.
Upaya
mediasi, yaitu :
a. Memulai mediasi dengan mencairkan
suasana diantara kedua belah pihak yang bersengketa, suasana akrab, tidak kaku,
serta menjelaskan peran mediator sebagai pihak ketiga yang tidak memihak, dan
kemudian melakukan klarifikasi terhadap para pihak yang manfaatnya adalah:
1) Para
pihak mengetahui kedudukannya.
2) Dikondisikan
tidak ada rasa apriori pada salah satu pihak/kedua belah pihak dengan
objektivitas penyelesaian sengketa, kedudukan, hak, dan kewajiban sama.
3) Masing-masing
berhak memberikan dan memperoleh informasi/data yang disampaikan lawan.
4) Para
pihak dapat membantah atau meminta klarifikasi dari lawan dan wajib menghormati
pihak lainnya.
5) Pengaturan
pelaksanaan mediasi
6) Dari
permulaan mediasi telah disampaikan aturan-aturan mediasi yang harus dipatuhi
oleh semua pihak yang terlibat dalam mediasi.
7) Aturan
tersebut inisiatif dari mediator atau disusun baru kesepakatan para pihak,
penyimpangan tersebut dapat dilakukan dengan persetujuan para pihak.
8) Aturan-aturan
tersebut antara lain untuk menentukan :
a.
apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan mediator
b.
aturan tata tertib diskusi dan negosiasi
c.
pemanfaatan dari kaukus
d.
pemberian waktu untuk berpikir, dsb.
e.
Perumusan aturan tersebut mungkin akan mengundang perdebatan yang panjang,
namun bagi mediator yang sudah terbiasa melakukan tugasnya tidak sulit
mengatasinya.
b. Merumuskan masalah dan menyusun agenda yang mencakup substansi
permasalahan dengan meminta para pihak menyampaikan
permasalahannya serta opsi-opsi alternative penyelesaian yang ditawarkan,
sehingga ditarik benang merah permasalahannya agar proses negosiasi selalu
terfokus pada persoalan (isu) tersebut. Disini mediator
harus mengkoreksi jika pengertian-pengertian persoalan yang disepakati tidak
sesuai dengan peraturan perundang-undangan, agar tidak terjadi kesesatan. Selanjutnya mengatur alokasi waktu untuk jadwal pertemuan berikutnya
c. Identifikasi
kepentingan untuk menentukan pokok masalah sebenarnya, serta relevansi sebagai
bahan untuk negosiasi. Pokok masalah harus selalu menjadi fokus proses mediasi
selanjutnya. Jika terdapat penyimpangan mediator harus mengingatkan untuk
kembali pada fokus permasalahan.
d. Generalisasi opsi-opsi
para pihak untuk mendapatkan hubungan antara alternatif dengan permasalahannya
sehingga proses mediasi menjadi lebih mudah. Opsi tersebut dapat berupa tuntutan dan alternatif
penyelesaian terhadap sengketa dalam suatu proses mediasi.
e. Penentuan opsi yang
dipilih berdasarkan daftar opsi yang dibuat oleh masing-masing pihak
berdasarkan penghitungan untung rugi yang telah didiskusikan kepada pihak
ketiga yang mendampingi untuk kemudian memperoleh putusan mengenai opsi yang
diterima kedua belah pihak yang masih harus dibicarakan lebih lanjut karena
belum merupakan keputusan akhir.
f. Negosiasi akhir
dimana para pihak melakukan negosiasi final yaitu klarifikasi ketegasan
mengenai opsi-opsi yang telah disepakati bagi penyelesaian sengketa agar para
pihak tidak ragu-ragu lagi akan pilihannya dan secara sukarela melaksanakannya.
Kesepakatan tersebut berisi opsi yang diterima, hak dan kewajiban para pihak.
5. Kesepakatan
1. Kesepakatan Berhasil
a. Dirumuskan dalam bentuk
kesepakatan atau agreement/perjanjian
b.
Dengan kesepakatan tersebut secara substansi mediasi telah selesai, sementara
tindak lanjut pelaksanaannya menjadi kewenangan pejabat Tata Usaha Negara.
c.
Setiap kegiatan mediasi hendaknya dituangkan dalam Berita Acara Mediasi
d.
Hasil mediasi dilaporkan kepada pejabat yang berwenang untuk ditindak lanjuti
sesuai dengan peraturan yang berlaku.
e.
Formalisasi kesepakatan secara tertulis dengan menggunakan format perjanjian
f.
Dalam setiap mediasi perlu dibuat laporan hasil mediasi yang berlangsung
g. Agar mempunyai kekuatan mengikat berita acara tersebut
ditandatangani oleh para pihak dan mediator.
2. Kesepakatan Tidak
Berhasil
Jika
pada sesi mediasi yang telah dilakukan tidak mencapai kata sepakat, maka kedua
belah pihak mempunyai dan diberikan hak untuk mengajukan permasalahan sengketa
tersebut kemuka pengadilan (Zhoul, 2010).
Dalam
proses dan tahapan yurisdiksi pengadilan, mediasi telah terintegrasi ke
dalamnya melalui PERMA Nomor 1 Tahun 2008 Pasal 2 ayat 3 dan 4 yang menjelaskan
kedudukan mediasi sebagai pelaksanaan lebih lanjut dari ketentuan Pasal 130 HIR
dan Pasal 154 Rbg. Dengan demikian bila mediasi tidak dilakukan, maka telah
terjadi pelanggaran terhadap HIR dan Rbg, yang berakibat pembatalan pemeriksaan
maupun putusan perkara yang bersangkutan demi hukum, sehingga mediasi wajib
untuk ditempuh sebagai salah satu tahapan dalam proses berperkara di lingkungan
peradilan (Rahmadi et.al, 2008:21).
Selanjutnya status hasil mediasi
ditinjau dari perspektif hukum bersifat
mengikat dan wajib untuk dilaksanakan oleh kedua pihak yang bersengketa, karena
hasil mediasi yang berupa kesepakatan perdamaian harus dituangkan dalam bentuk
tertulis setelah dirumuskan oleh para pihak dengan dibantu oleh mediator dan
ditandatangani oleh para pihak yang bersengketa dan mediator. Hal yang
berkaitan dengan status hasil mediasi ini dijelaskan dalam PERMA Nomor 1 Tahun
2008 Pasal 17 ayat 1 dan 2 (Rahmadi et.al,
2008:44-45).
Dari
penjelasan-penjelasan mengenai mediasi tersebut, maka mediasi juga dianggap
sebagai penyelesaian perkara atau sengketa secara sosiologis, karena di dalam
mediasi tidak ada pihak yang menang dan kalah seperti yang kerap terjadi bila
suatu permasalahan diselesaikan melalui ligitasi, melainkan tercapainya suatu
kesepakatan yang berimbang bagi kedua pihak setelah melalui serangkaian proses
yang sangat mengutamakan interaksi antara pihak yang bersengketa. Sehingga secara sosiologis penyelesaian
sengketa melalui mediasi dapat disebut penyelesaian sengketa dari dan oleh
masyarakat sendiri, karena masyarakat berperan menyelesaikan sengketa mereka
sendiri. Sehingga dengan cara-cara tersebut diharapkan penyelesaian akan lebih
memuaskan setiap pihak yang bersengketa.
Daftar Pustaka
Anonim. 2008. Buku Tanya dan Jawab Peraturan Mahkamah
Agung Ri No. 01 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan. Mahkamah
Agung RI, Japan International Cooperation Agency, dan Indonesian Institute for
Conflict Transformation.
Anonim.
Mediasi di Pengadilan; Perdamaian Adalah
Cara Terbaik Untuk Menyelesaikan Masalah.
Rahmadi, Takdir et.al. 2008. Buku Komentar Peraturan Mahkamah Agung RI No. 01 Tahun 2008 Tentang
Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan. Mahkamah Agung RI, Japan International
Cooperation Agency, dan Indonesian Institute for Conflict Transformation.
Yono, Adi. 2011. Definisi Mediasi. Diunduh dari website http://id.shvoong.com/law-and-politics/law/2242578-definisi-mediasi/ pada 27 Mei 2012.
Zhoul. 2010. Mekanisme Pelaksanaan Mediasi Dalam
Penyelesaian Sengketa Badan Pertanahan Nasional. Diunduh dari website http://ryzhoulry.blogspot.com/2010/12/mekanisme-pelaksanaan-mediasi-dalam.html pada 27 Mei 2012.
AGAMA DAN BERAGAMA 2
SEKULERISME DAN ATEISME
Oleh : Ayu Wijayanti
Sekularisme
merupakan sebuah ideologi yang pada mulanya berkembang di dunia Barat dan
menyebar hampir ke seluruh penjuru Dunia tak terkecuali dunia islam. Paham ini
bertujuan memisahkan urusan manusia dengan urusan Tuhan. Karena bila melacak sejarah bangsa Eropa, sekularisme
muncul sebagai akibat dari tindakan gereja yang mengungkung dan menyekat
perkembangan ilmu pengetahuan. Pihak gereja Eropa telah menghukum ahli sains
seperti Copernicus, Gradano, Galileo dan lainnya yang mengutarakan penemuan
saintifik yang berlawanan dengan ajaran gereja yang sebenarnya juga telah
banyak mengalami perubahan dari ajaran Kristen sesungguhnya. Kemunculan paham
ini juga disebabkan tindakan pihak gereja yang mengadakan upacara agama yang
dianggap berlawanan dengan nilai pemikiran dan moral seperti penjualan surat
pengampunan dosa, dimana seseorang boleh membeli surat pengampunan dengan
nilai yang tinggi dan mendapat jaminan
surga walaupun berbuat kejahatan di dunia (Zakiracut, 2011).
Istilah sekuler
berasal dari bahasa latin Saeculum yang memiliki konotasi waktu dan
tempat. Waktu menunjukan sekarang sedangkan tempat dinisbahkan kepada dunia.
Jadi saeculum berarti zaman ini atau
masa kini, dan zaman ini atau masa kini menunjukan peristiwa di dunia ini, dan
itu juga berarti peristiwa–peristiwa masa kini. Adapun sekularisasi dalam kamus
ilmiah adalah hal usaha yang merampas milik gereja atau penduniawian. Sedangkan
Sekularisme adalah sebuah gerakan yang menyeru kepada kehidupan duniawi tanpa
campur tangan agama (Zakiracut, 2011).
Jadi bila
dilihat dari sejarah munculnya sekulerisme, maka dapat dipahami bahwa terdapat
faktor kuat yang membuat sekulerisme timbul dan diterima oleh masyarakat luas,
bahkan tidak hanya masyarakat Eropa, namun juga masyarakat belahan dunia
lainnya. Faktor tersebut adalah kebebasan yang didapatkan untuk mengembangkan
ilmu pengetahuan seluas-luasnya dan bertindak sesuai pemikiran tersebut tanpa harus menyertakan dalil-dalil ketuhanan
di dalamnya. Hal tersebut juga didasarkan adanya pemahaman bahwa memang
demikianlah yang harus dilakukan bila ingin mencapai kemajuan, memisahkan
urusan dunia dengan urusan ketuhanan, tanpa memikirkan kembali bahwa paham
tersebut lahir dari kondisi masyarakat Kristen Eropa pada abad pertengahan yang
pada saat ini bisa jadi sudah mengalami perubahan dalam hal memaknai
perkembangan ilmu pengetahuan.
Di Indonesia sendiri paham ini dalam akhir dasawarsa terakhir telah
terlihat pengaruhnya di berbagai aspek
kehidupan manusia yang sangat terlihat jelas dalam bidang pendidikan. Meskipun
saat ini sudah mulai diberlakukan kurikulum pendidikan karakter, namun sudah
terlalu lama pendidikan di Indonesia melepaskan diri dari unsur keagamaan.
Meskipun materi pelajaran agama tetap dimasukkan sebagai mata pelajaran wajib,
namun dari pengamatan saya komposisinya dibandingkan dengan mata pelajaran lain
yang mengajarkan ilmu pengetahuan alam atau ilmu pengetahuan social berbanding
1:4 setiap minggunya. 1 kali untuk pelajaran agama, dan 4 kali untuk pelajaran
lainnya.
Ternyata
kondisi tersebut memang sudah diatur sedemikian rupa melalui UU Sistem
Pendidikan Nasional Republik Indonesia, yaitu antara lain pada UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 Bab VI
tentang jalur, jenjang dan jenis pendidikan bagian kesatu (umum) pasal 15 yang
berbunyi: Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik,
profesi, advokasi, keagaman, dan khusus (Naseh, 2012). Dari jenis pendidikan
yang disebutkan dalam UU tersebut terlihat jelas bahwa terjadi pembedaan antara
pendidikan umum dengan pendidikan lainnya termasuk juga pendidikan keagamaan.
Dimana pendidikan keagamaan dikhususkan pada sekolah-sekolah tertentu seperti
Madrasah bagi umat muslim dan sekolah keagamaan sejenis bagi selain umat
muslim.
Kalaupun pelajaran agama kemudian tetap
dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah umum, yang terjadi adalah seperti yang telah saya sebutkan sebelumnya, terdapat
suatu ketidak seimbangan komposisi waktu antara pelajaran agama dengan pelajaran
lainnya. Sikap dan perilaku yang berkembang kemudian juga menjadi tidak
berlandaskan agama, karena yang diutamakan adalah keberhasilan intelektual
peserta didik di sekolah yang dilihat dari pencapaian belajar mereka berupa
nilai atau angka-angka. Hal tersebutlah yang kemudian menjadi tolok ukur
keberhasilan pendidikan di Indonesia saat ini
Sekulerisme kemudian menyebabkan kurangnya
pemahaman masyarakat Indonesia mengenai keagamaan. Hal ini bila dibiarkan terus
menerus maka dapat mengarahkan kita pada paham atheisme yang juga sudah lebih
dulu berkembang di Eropa dan Negara-negara barat lainnya. Ateisme merupakan
prinsip filosofi yang tidak mempercayai keberadaan Tuhan atau Dewa yang dimulai
pada abad ke 19 oleh seorang filsuf Jerman bernama Ludwig Feuerbach yang
menganggap Tuhan hanyalah produk proyeksi manusia. Prinsip ini juga dianut oleh
Sigmund Freud yang juga menganggap Tuhan hanya rekayasa manusia saja untuk ia
jadikan tempat bertumpu atas segala keinginannya (Vitrilia, 2010). Sementara
pada saat ini, sekitar 2,3% populasi dunia mengaku sebagai ateis, manakala
11,9% mengaku sebagai nonteis. Sekitar 65% orang Jepang mengaku sebagai ateis,agnostik, ataupun orang yang tak beragama; dan sekitar 48%-nya di
Rusia. Persentase komunitas
tersebut di Uni Eropa berkisar antara 6% di
Italia sampai dengan 85% di Swedia (Wikipedia, 2012).
Di Indonesia
sendiri ateisme sudah mengalami perkembangan yang cukup mencolok. Salah satu
kasus ateisme yang sempet menggegerkan masyarakat adalah kasus penistaan agama
yang dikenakan kepada Alex Aan, seorang warga di Darmasraya, Sumatra Barat.
Peristiwa ini terjadi pada tanggal 18 Januari 2012 lalu, dimana Alex nyaris
diamuk massa karena ia telah memproklamirkan dirinya sebagai seorang ateis yang
tidak mempercayai keberadaan Tuhan melalui akun salah satu jejaring sosial.
Alex mengakui bahwa ia sudah tidak mengakui adanya Tuhan semenjak ia masih
kecil. Padahal ia dilahirkan, tumbuh dan berkembang di keluarga muslim.
Mengenai kasus ini Ketua Bidang MUI Sumatera Barat, Gusrizal Gazahar menyatakan
ada dua kemungkinan penyebab perilaku ateis dalam diri Alex, yaitu karena tidak
adanya kematangan dasar ilmu keagamaan dan intervensi dari pihak luar (Zid,
2012).
Mengenai
tindakan hukum yang diberlakukan kepada Alex tersebut, Harjo Winoto yang
merupakan seorang praktisi hukum (dalam Anonim,
2012) menyayangkan status Negara Indonesia yang tidak menunjukkan ketegasan,
apakah merupakan negara sekuler atau Negara berdasarkan agama, yang sudah
berlangsung cukup lama tanpa adanya klarifikasi dari pemerintah. Karena ia
berasumsi bila Indonesia merupakan negar sekuler, artinya isu agama dan isu
pemerintahan adalah dua isu yang terpisahkan, sehingga negara tidak dapat
mencampuri urusan kepercayaan atau keagamaan seseorang, karena isu yang
kemudian dikembangkan adalah isu kebebasan untuk memilih di antara lima pilihan
agama atau tidak memilih sama sekali.
Hal ini
kemudian menjadi berbanding terbalik dengan sistem pendidikan di Indonesia,
dimana sekulerisme terlihat dengan jelas, sementara dalam sistem hukum masih
terlihat suatu ketidak konsistenan pemerintah. Kasus ini juga menunjukkan bahwa
atheisme ternyata telah mengalami perkembangan yang cukup pesat di Indonesia.
Pembuktian ini dapat terlihat dari keberadaan mereka di situs jejaring sosial
dengan berbaai nama akun, seperti Indonesian Atheist Society dengan 665
anggota, Indonesian Society of Humanits dengan anggota 335 orang, atau
Indonesian Freethinkers dengan 554 anggota (Romdhon, 2011).
Perkembangan
ini pastilah disebabkan oleh banyak faktor, misalnya saja seperti yang
diungkapkan oleh seorang professor di Amerika Serikat (dalam Ariyanto, 2010), bahwa atheism dapat terbentuk karena
beberapa faktor, seperti : 1). Individu merasa malu akan kepercayaan yang
dianutnya; 2). Individu mencoba masuk ke dalam sebuah organisasi/kelompok
sosial tertentu; dan 3). Individu mengejar kenyamanan pribadi.
Berkaitan
dengan pernyataan tersebut, faktor yang pertama adalah bahwa individu merasa
malu akan agama yang dianutnya. Hal ini bisa saja menjadi dasar mengapa semakin
banyak masyarakat Indonesia yang menganut prinsip ateis, karena dengan semakin
banyaknya tindak kekerasan kolektif yang dilakukan oleh orang-orang yang
mengatasnamakan agama, sehingga mereka merasa malu untuk menganut agama yang dikoar-koarkan
oleh kelompok tersebut. Meskipun seharusnya tindakan tersebut tidak lantas
membuat mereka menjadi seorang atheis, karena dalam hal ini agama tidak bisa
dipersalahkan, namun oknum-oknum tersebutlah yang harus dipertanyakan kembali
dasar tindakannya.
Faktor yang
kedua, yaitu individu mencoba masuk ke dalam sebuah organisasi atau kelompok
tertentu. Pilihan akan hal ini merupakan hal yang wajar untuk dilakukan oleh
individu apabila ia memang memiliki dasar atau motivasi yang kuat untuk
kemudian melepaskan agamanya dan tidak mengakui keberadaan Tuhan dan
dilanjutkan dengan mengikuti kegiatan di dalam suatu kelompok atau organisasi
tertentu. Apalagi pada dasarnya manusia adalah individu yang tidak pernah puas
dan selalu ingin tahu, sehingga bisa jadi ini adalah salah satu bentuk
keingintahuannya terhadap hal yang selama ini tidak pernah terpikir olehnya.
Faktor yang
ketiga, individu mengejar kenyamanan pribadi. Maknanya bisa jadi individu
memilih tidak memeluk suatu agama dan tidak mengakui keberadaan Tuhan sehingga
ia bebas berbuat sesuai keinginannya tanpa harus dihantui perasaan bersalah
karena telah melanggar aturan yang terdapat dalam sebuah agama yang sebelumnya
dianut.
Dengan
demikian, jelaslah bahwa sekulerisme merupakan gerbang utama menuju perilaku
atheisme, dan perilaku tersebut akan semakin berkembang dan menjadi-jadi dengan
adanya faktor-faktor seperti yang telah disebutkan sebelumnya, seperti halnya
yang sedang berkembang di dunia dan di Indonesia saat ini.
Anonim. 2012. KBR68H : Fenomena
Tidak Beragama di Indonesia. Diunduh dari website http://mediakeberagaman.com pada 30 Mei
2012.
Ariyanto, Nova Jono. 2010. Sekilas
Tentang Atheism. Diunduh dari website http://ruangpsikologi.com pada 30 Maret
2012.
Naseh. 2012. Pendidikan di
Indonesia, Masalah dan Solusinya. Diunduh dari website http://naseh.blog.fisip-untirta.ac.id
pada 28 Mei 2012.
Romdhon, Ismail Fajar. 2011. Eksistensi Ateisme di Indonesia (Teori Evolusi dan Atheisme Bagian 5). Diunduh
dari website http://filsafatus.blogspot.com
pada 30 Mei 2012.
Vitrilia, Shona. 2010. Penyebab Sigmund Freud Ateis. Diunduh dari website http://shonave.multiply.com pada 30
Maret 2012.
Wikipedia. 2012. Ateisme.
Diunduh dari website www.wikipedia.com
pada 30 Mei 2012.
Zakiracut. 2011. Sekularisme
Dalam Catatan Sejarah. Diunduh dari website http://zakiracut.wordpress.com pada
30 Maret 2012.
Zid. 2012. Gara-gara
Mengaku Atheis Minang di Facebook, Alexander Dihakimi Massa. Diunduh dari
website http://pekanbaru.tribunnews.com
pada 30 Maret 2012.
AGAMA DAN BERAGAMA 1
POKOK-POKOK AJARAN DAN SEKTE-SEKTE AGAMA BESAR DUNIA
Oleh : Ayu Wijayanti
Menurut Durkheim (dalam Daniarsa,
2011), agama adalah suatu sistem kepercayaan dan praktek yang telah
dipersatukan yang berkaitan dengan hal-hal yang kudus mengenai
kepercayaan-kepercayaan dan praktek-praktek yang kemudian bersatu menjadi
komunitas moral yang tunggal. Dari definisi tersebut, terdapat dua unsur
penting sebagai syarat sesuatu itu disebut sebagai agama, yaitu sifat kudus
dari agama dan praktek ritual dari agama. Sementara Mc Guire (dalam Soehadha, 2010) berpendapat bahwa memahami
agama melalui perspektif sosiologi pada dasarnya merupakan sebuah cara
atau jalan untuk memandang agama dengan memberi fokus perhatian pada aspek
kemanusian (khususnya aspek sosial) dalam sistem keyakinan dan praktek
keagamaan.
Jadi bila diperhatikan dari dua definisi
tersebut, sistem keyakinan dan ritual keagamaan dapat dipahami sebagai bagian
dari pokok-pokok dalam ajaran agama yang termaktub dalam kitab suci suatu agama
yang merupakan salah satu syarat terbentuknya agama selain adanya Tuhan yang
diyakini. Hal ini berlaku untuk agama wahyu dan agama buatan, dimana agama
wahyu merupakan agama yang diturunkan dari Tuhan melalui seorang nabi untuk
memperbaiki kehidupan manusia pada suatu masa, sementara agama buatan adalah
agama yang terbentuk dari kebiasaan atau kepercayaan nenek moyang yang juga
dimaksudkan untuk mengorganisir masyarakat pada kurun waktu tertentu (Samad,
1990: 13-14).
Di seluruh belahan dunia sampai dengan saat
ini terdapat beberapa agama yang dianut oleh seluruh warga dunia. Namun bila
dilihat dari jumlah penganut agama, terdapat delapan agama yang cukup besar
jumlah penganutnya, yang terdiri dari agama wahyu dan agama buatan. Yaitu 1).
Kristen dengan penganut yang berjumlah 2,1 miliar di seluruh dunia; 2). Islam
dengan jumlah penganut 1,7 miliar di seluruh dunia; 3). Hindu dengan jumlah
penganut 800 juta jiwa di seluruh dunia; 4). Buddha dengan penganutnya yang
berjumlah 600 juta jiwa di seluruh dunia; 5). Kong Hu Cu dengan 150 juta jiwa
penganut di seluruh dunia; 6). Shik yang memiliki sekitar 25 juta jiwa pengikut
di seluruh dunia; 7). Yahudi dengan pengikut sebanyak 15 juta jiwa; dan 8).
Zoroaster dengan jumlah pengikut sekitar 4 juta jiwa (Zilzaal, 2012).
Data tersebut merupakan hasil penelitian
yang dilakukan oleh lembaga riset Pew Forum on Religion and Public Life,
seperti yang dilansir stasiun berita CNN pada tahun 2011. Menurut hasil
penelitian mereka juga, terdapat peningkatan yang signifikan dalam jumlah
penganut agama Islam di seluruh dunia yang disebabkan tingginya angka kelahiran
dan angka kehidupan di negara-negara mayoritas muslim. Angka umat yang pindah
agama hanyalah faktor kecil penyebab meningkatnya jumlah pemeluk agama Islam di
dunia (Kawilarang, 2011). Namun demikian, ada juga temuan lain yang menyatakan
penyebab meningkatnya jumlah pemeluk agama Islam di dunia, terutama di kawasan
Amerika dan Eropa, yaitu adanya ketertarikan secara alamiah dan rasa ingin tahu
yang mendalam mengenai agama Islam setelah peristiwa 11 September 2001. Hal ini
seperti yang diungkapkan Mohammad Kudaimi (dalam
Republika, 2010), anggota Nawawi Foundation, yang menyatakan dalam lima
tahun terakhir, agama Islam menjadi sangat pesat perkembangannya karena setiap
harinya selalu ada warga Amerika yang menjadi mualaf, demikian pula di Eropa
dan Belgia.
Melihat dari pernyataan yang menyatakan
bahwa peningkatan pemeluk agama Islam juga disebabkan oleh adanya keinginan
dari individu itu sendiri untuk berpindah agama, bisa jadi karena memang pokok
ajaran agama Islam sesungguhnya dianggap lebih mampu menata kehidupan mereka
menjadi lebih baik. Karena Islam sendiri
memiliki arti kata damai dan penyerahan diri kepada kehendak Ilahi, yang
maknanya menunjukkan tujuan dari agama yang benar, begitu pula cara mencapai
tujuan tersebut, yaitu perdamaian ( Samad, 1990:197).
Tujuan dan
pencapaian tujuan akan terwujud saat umat muslim telah menjalankan dengan benar
pokok-pokok ajaran agama Islam yaitu rukun Islam, rukun iman, dan ihsan yang
kesemuanya terangkum di dalam individub suci Al-Qur’an. Rukun
Islam terdiri dari 5 hal yang wajib dilakukan, yaitu :
1.
Bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan
Muhammad adalah utusan Allah dengan mengucapkan dua kalimat syahadat yang
bermakna individu hanya meyakini Allah untuk dipatuhi perintah dan larangannya.
Hal ini menjadi penting karena Allah bukan hanya sekadar pencipta manusia dan
alam semesta, namun Ia juga yang mengatur kehidupan manusia dan alam semesta. Meyakini
Muhammad juga kemudian menjadi penting karena Muhammad adalah sosok yang patut
diteladani dengan semua kebijaksanaan dan keteguhannya dalam mempertahankan dan
menjalani apa yang bersumber dari Allah.
2.
Shalat 5 waktu, karena shalat merupakan sebuah
kondisi dimana individu dapat melakukan kontak secara khusus kepada Allah untuk
mengucap syukur atau memohon ampunan atas semua kesalahan sebagai penyeimbang
semua aktivitas individu di dunia. Namun pada saat ini banyak yang kemudian
menjadikan sholat hanya sekadar ritual yang menunjukkan simbol keagamaannya,
atau bahkan meninggalkan kewajiban sholat sama sekali karena tidak mendapatkan
apa yang sebenarnya ingin dicapai melalui aktivitas tersebut seperti ketenangan
atau kedamaian. Hal ini kemungkinan besar terjadi karena banyaknya
faktor-faktor lain yang berkenaan dengan hal duniawi yang terjadi di sekitar
individu.
3. Puasa
di Bulan Ramadhan. Yaitu menahan diri dari segala hawa nafsu dan emosi yang
apabila dijalankan dengan tepat, sesuai dengan anjuran yang terdapat di dalam
Al-Qur’an maka hasil akhirnya adalah kemampuan individu untuk mengendalikan
diri yang kemudian dapat menciptakan ketenangan dan kedamaian dalam menjalani
setiap aspek kehidupannya.
4. Membayar
zakat kepada orang yang tidak mampu. Inti dari ajaran ini adalah bagaimana individu
dapat berbagi dan mengembangkan jiwa sosialnya terhadap orang-orang yang
hidupnya tidak lebih baik dari individu tersebut.
5. Berhaji
ke Mekkah jika mampu. Mampu disini bukan hanya mampu secara finansial, namun
juga mampu secara lahir dan batin, karena haji adalah pencapaian tertinggi bagi
umat muslim yang bisa membuat mereka menjadi individu yang lebih baik dalam
kehidupannya (Nizami, 2008).
Pokok ajaran selanjutnya adalah rukun iman yang terdiri
dari enam hal yang harus diimani atau diyakini oleh individu dalam menjalani
kehidupan sebagai seorang muslim sehingga tercapailah tujuan perdamaian yang
sesuai dengan agama Islam, yaitu :
1. Iman
kepada Allah, yang maknanya adalah bila individu tidak meyakini adanya Allah
sebagai yang menciptakan dan mengatur kehidupan individu, maka akan sulit pula individu
menjalankan semua perintah dan larangannya yang dimaksudkan untuk mengatur
kehidupan individu agar menjadi lebih tertata dan tertib, sehingga akan semakin
sulit bagi individu tersebut untuk menemukan kedamaian dalam kehidupannya
karena tidak adanya keteraturan dalam kehidupan yang dijalani.
2. Iman
kepada Malaikat-malaikat Allah. Meskipun malaikat tergolong makhluk gaib yang
wujudnya kasat mata, namun keberadaannya harus tetap diyakini karena di dalam
Al-Qur’an pun dijelaskan bahwa malaikat merupakan salah satu makhluk Allah yang
patut menjadi teladan karena kesetiaannya kepada Allah dan ketaatannya dalam
menjalankan tugas yang diberikan oleh Allah.
3. Beriman
kepada kitab-kitabNya. Allah telah menurunkan empat kitab suci kepada para nabi
unutk disebarkan ajarannya kepada seluruh umat muslim di masa mereka menyiarkan
agama Islam untuk dijadikan pedoman dalam berpikir, bersikap, dan berperilaku.
Kitab-kitab tersebut juga mengatur bagaimana seharusnya hubungan individu
dengan individu dan individu dengan Allah dijalankan agar mendapatkan kebaikan
dalam kehidupannya.
4. Beriman
kepada Rasul-rasul (Utusan) Allah yang merupakan pembawa ajaran agama Tuhan
yang sangat taat akan perintah dan larangan dari Allah dan memiliki loyalitas
yang sangat tinggi terhadap ajaran agama yang diturunkan Allah, sehingga mereka
kemudian menjadi patut untuk dijadikan suri tauladan bagi setiap individu.
5. Beriman
kepada hari akhir sehingga keyakinan ini nantinya dapat membuat individu
menjadi lebih bijak dalam menjalani kehidupan di dunia dan berusaha
menyeimbangkannya dengan melakukan kabaikan-kebaikan selagi mereka masih
diberikan kesempatan untuk menikmati kehidupan.
6. Percaya
kepada takdir baik atau pun yang buruk yang dimaksudkan agar individu tidak
lantas menjadi frustasi saat mengalami kegagalan, karena hal-hal buruk dalam
kehidupan pun akan bermanfaat bagi individu tersebut (Nizami, 2008).
Pokok ajaran yang ketiga
yaitu ihsan, yaitu keyakinan bahwa semua yang kita lakukan adalah untuk Allah
dan Allah selalu dapat melihat kita dimanapun kita berada, sehingga individu
yang memiliki ihsan ini akan selalu berupaya melakukan kebaikan bagi dirinya
sendiri juga bagi orang lain (Nizami, 2008). Bila pokok-pokok ajaran agama
Islam ini diterapkan sesuai dengan koridor yang telah berlaku, maka bisa
dipastikan akan tercipta suatu kedamaian dan keharmonisan dalam lingkungan
social masyarakat kita, terutama lingkungan yang masyarakatnya mayoritas
beragama Islam. Namun pada kenyataannya, kondisi yang kondusif seperti demikian
belum banyak terjadi di Negara atau di lingkungan yang masyarakatnya mayoritas
adalah muslim.
Kondisi demikian dapat
terjadi karena seperti agama-agama besar dunia lainnya, di dalam Islam pun
terdapat mazhab-mazhab atau sekte-sekte yang pada saat sekarang ini malah
saling menjatuhkan dan bersikap arogan dengan menyerukan bahwa mazhab merekalah
yang paling benar dan harus menjadi yang utama di dalam lingkungan masyarakat. Dimana
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia sendiri,
kata mazhab diartikan sebagai sekte atau kelompok atau golongan orang yang
mempunyai kepercayaan atau pandangan agama yang berbeda dari pandangan agama
yang lebih lazim diterima oleh para penganut agama tersebut (Shihab, 2012). Di
dalam Konsep sosiologi, sekte dan aliran (gerakan) kepercayaan biasanya
mengacu pada kelompok religius, kecil maupun besar, dari bentuk organisasi yang
sederhana maupun yang rumit, yang oleh anggota dan bukan anggotanya dianggap
sebuah penyimpangan dalam hubungannya dalam konteks doktrin dan budaya yang
lebih luas. Penyimpangan tersebut memiliki konotasi negatif bagi
non-pengikut, namun berkonotasi positif bagi para pengikutnya. Sehingga penyimpangan
ini merupakan ciri khas yang
tetap dipertahankan oleh masing-masing pengikut suatu ajaran (Lubis, 2012).
Mengenai keberadaan mazhab atau sekte di dalam agama Islam, dijelaskan melalui
hadits yang menyatakan bahwa umat Nabi Muhammad saw. akan berkelompok-kelompok
menjadi 73 kelompok. Namun Syaikh ‘Muhammad ‘Abduh (dalam Shihab, 2012) menyatakan bahwa memang benar umat Nabi
Muhammad terbagi menjadi 73 golongan dan hanya golongan al-Jama’ah atau
sahabat-sahabat Nabi yang selamat. Tapi, keberadaan golongan al-Jama’ah itu sendiri tidak dapat
dipastikan keberadaannya, karena bisa
jadi golongan tersebut belum ada hingga kini, sudah pernah ada dan telah punah sehingga yang
ada sekarang tidak selamat lagi, atau semua yang ada sekarang akan selamat
karena semuanya berusaha mengikuti ajaran Nabi dan sahabat-sahabat Beliau dan mereka masih
mempercayai Allah.
Sejarah munculnya sekte dalam Islam
sebenarnya dimulai setelah terbunuhnya Utsman Ibn Affan yang menyebabkan
guncangan hebat dalam pemerintahan masa itu, sehingga Ali Ibn Abi Thalib
kemudian diangkat sebagai khalifah. Namun Muawiyah Ibn Abi Sufyan dan
pendukungnya menolak pengangkatan tersebut sebelum pembunuh Utsman dihabisi
hingga akhirnya ketegangan semakin menjadi dan menciptakan tiga sekte besar Islam
yaitu, Syiah, Sunni, dan Khawarij. Jadi awalnya ketiga sekte ini terbentuk
karena adaya konflik politik sebagai akibat dari perbedaan ideology yang pada
awalnya sama. Seiring berjalannya waktu, ketiga sekte tersebut melahirkan
sekte-sekte lainnya yang tidak jelas siapa dan apa ideologi penganutnya
(Muhith, 2009).
Di Indonesia sendiri, cukup banyak sekte yang berkembang.
Namun beberapa dasawarsa terakhir, ada sekte yang perkembangannya cukup
meresahkan, yaitu sekte wahabi yang mengaku sebagai pengikut Muhammad bin Abdul
Wahab (1701-1793 M) dengan maksud untuk membersihkan kalangan syirik dengan
menggunakan praktik kekerasan. Sebagian kalangan juga melihat bahwa
kemuncullannya saat itu mendapat dukungan penuh oleh pemerintah kolonial
Inggris untuk memecah belah umat Islam. Sekte ini mulai masuk ke Indonesia pada
abad 19 melalui pelajar Islam di Saudi atau jemaah haji. Beberapa organisasi
Islam yang terpengaruh salafi-wahabi adalah FUUI, MIUMI, FPI, MMI, JAT, Salafi,
dan HTI. Tindakan yang mereka lakukan
seperti yang pernah menimpa Irshad
Manji, penulis buku Allah, Liberty and
Love yang diserang
dan dibubarkan diskusi bukunya di kantor Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LKIS)
Yogyakarta. Penyerangan dilakukan sekelompok orang berpenutup muka yang dengan
beringas membubarkan acara diskusi yang dihadiri 150 orang peserta tersebut.
Padahal ia mengatakan bahwa empat tahun yang lalu ketika ia ke Indonesia, Ia merasakan
sebuah negara yang penuh dengan toleransi, keterbukaan dan pluralism, sehingga
disebutkan di dalam bukunya bahwa
Indonesia adalah contoh yang patut ditiru negara-negara muslim lainnya
(Katrokelana, 2012).
Sungguh disayangkan mereka kemudian mengatasnamakan agama
dan kemudian menggunakan kekerasan untuk memerangi hal-hal yang mereka anggap
tidak sejalan dengan mereka, karena tindakan seperti demikian tentu saja pada
akhirnya bukan hanya mengukuhkan organisasi mereka sebagai organisasi yang
radikal, namun juga membuat citra Negara Indonesia yang mayoritas penduduknya
beragama Islam menjadi semakin buruk di mata dunia, dan juga dapat merusak
citra umat muslim lainnya yang sebenarnya tidak termasuk ke dalam golongan itu.
Referensi :
Daniarsa,
Benny. 2011. Agama dan Masyarakat. Diunduh
dari website http://bennydaniarsa.blog.fisip.uns.ac.id
pada 30 Maret 2012
Katrokelana.
2012. Indonesia Berubah (Makin Radikal). Diunduh
dari sosbud.kompasiana.com pada 30 Mei 2012.
Kawilarang, Renne R. A dan Denny Armandhanu. 2011. Riset: Muslim di Israel Bertambah 23,2 Persen. Diunduh dari website http://dunia.vivanews.com pada 14 Maret 2012.
Lubis, Ibrahim. 2012. Sekte-sekte Dalam Islam. Diunduh dari website http://makalahmajannaii.blogspot.com pada 16 Maret 2012.
Muhith, Nur Faizin. 2009. Review Hadist Sekte Islam. Diunduh dari website http://kmm.uny.web.id pada 14 Maret 2012.
Nizami, A. 2008. Pokok Ajaran Islam Ada 3, Yaitu : Iman, Islam, dan Ihsan. Diunduh dari website http://syiarislam.wordpress.com pada 14 Maret 2012.
Republika Online. 2010. Islam Berkembang Begitu Pesatnya di Eropa dan Amerika. Diunduh dari website www.republika.co.id pada 14 Maret 2012.
Samad, Ulfat Azis Us. 1990. Agama-agama Besar Dunia. Diunduh dari website http://aaiil.org/indonesia
pada 14 Maret 2012
Shihab, M. Quraish. 2012. Benarkah Ada Sekte Dalam Islam? Diunduh dari website http://alifmagz.com pada 30 Maret 2012.
Soehadha, Mohammad. 2010. Menemukan
Kekhasan Kajian Sosial Keagamaan di Program Studi Sosiologi Agama UIN Sunan
Kalijaga.
Diunduh dari website http://ushuluddin.uin-suka.ac.id
pada 30 Maret 2012.
Zilzaal. 2012. Terbukti
Delapan Agama Terbesar di Dunia
Menyembah Allah Yang Maha Esa. Diunduh dari website http://zilzaal.blogspot.com pada 14
Maret 2012
Langganan:
Postingan (Atom)